Mengurai Benang Kusut Perselisihan di Prancis
Catatan jurnalis | 3 November 2020, 00:39 WIBMendengar hal ini, seorang imigran kelahiran Rusia beretnis Chechnya bernama Abdoulakh Anzorov (18) meradang. Ia kemudian mencari tahu Paty.
Setelah mendapat info sosok Paty (dia membayar siswa untuk menunjukkan sosok Paty) Anzorov kemudian menyerang dan menghabisi Paty dengan cara tidak manusiawi, tak jauh dari sekolah usai Paty mengajar.
Bagaimana reaksi Prancis?
Dalam upacara pemakaman Paty (21 Oktober) Macron menyebut tidak akan kalah terhadap ekstrimisme. Ia akan tetap mengedepankan nilai-nilai republik Prancis yakni kebebasan atau liberte. Sehingga kebebasan berpendapat atau berekspresi seperti karikatur tidak akan dilarang.
Hal ini lah yang memicu negara-negara Timur Tengah meradang dari kecaman sampai boikot. Mereka menitikberatkan takut terjadi lagi penodaan terhadap Islam dalam bentuk karikatur atau apapun.
Wajarkah Prancis beraksi seperti itu?
Prancis sebetulnya berniat baik, ingin siapapun dari agama apapun setara di Prancis, sembari menghormati praktik-praktik beragama mereka. Asalkan hal-hal seperti imam yang menuntut ilmu di luar Prancis dikurangi, khawatir ada penyusupan ideologi dikemudian hari. Macron merasa potensi ini sudah dan akan terus terjadi.
Prancis juga merasa kaum imigran menciptakan citra mereka sendiri. Sebagai pendatang yang kurang sejahtera di negeri itu dan membuat blok-blok sendiri di kalangan mereka.
Macron ingin semua warganya saling berbaur, apapun agama mereka. Kaum imigran muslim banyak hidup dan diterima di Prancis. Sehingga negeri Eiffel ini memiliki komunitas muslim terbanyak di Eropa yakni 5,7 Juta jiwa (termasuk penduduk asli) atau 8,8% dari populasi.
Apa respons Indonesia?
Indonesia pun ikut menyampaikan tanggapannya soal pernyataan Macron ini. Presiden Jokowi menilai, pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron soal Nabi Muhammad dan Islam telah melukai hati umat Islam di dunia.
"Indonesia juga mengecam keras pernyataan Presiden Prancis yang menghina agama Islam yang telah melukai perasaan umat Islam di seluruh dunia, yang bisa memecah belah persatuan antar umat beragama di dunia di saat dunia memerlukan persatuan untuk menghadapi pandemi Covid-19," ujar Jokowi saat konfrensi pers di Istana pada tanggal 31 Oktober 2020.
Jokowi melanjutkan, kebebasan berekspresi yang mencederai kehormatan, kesucian, serta kesakralan nilai-nilai dan simbol agama sama sekali tidak bisa dibenarkan dan harus dihentikan.
"Mengaitkan agama dengan tindakan terorisme adalah sebuah kesalahan besar. Terorisme adalah terorisme," tutur Jokowi.
Penulis : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV