> >

Terkait Lahirnya Perpres Miras, Dosen Syariah UIN: Kurangnya Pengawasan dari DPR

Peristiwa | 1 Maret 2021, 10:11 WIB
Pemusnahan minuman keras (sumber: Kompas.com) 

JAKARTA, KOMPAS.TV- Lahirnya peraturan presiden (Perpres)  No 10 Tahun 2021 tentang Bidang Penanaman Modal yang salah satunya mengatur mengenai investasi industri minuman keras, terjadi karena kurangnya pengawasan dari DPR. Terutama dalam mengawasi penyusunan aturan turunan dari produk undang-undang.


"Fungsi pengawasan yang dimiliki DPR khususnya dalam urusan legislasi eksekutif sangat lemah. Padahal, penyusunan aturan turunan oleh eksekutif merupakan bagian tak terpisahkan dari kerja pemerintah yang harus diawasi oleh DPR. Ini amanat konstitusi," kata  Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta Ahmad Tholabi Kharlie, Senin (1/3/2021).

Baca Juga: Ketua MUI Tegaskan Melegalkan Investasi Miras Hukumnya Haram

Kritik sejumlah fraksi di DPR terhadap Perpres No 10 Tahun 2021 menunjukkan kerja eksekutif dalam urusan legislasi khususnya dalam membentuk aturan pendelegasian yang notabene amanat UU tidak berjalan. 

"Kami mendorong ke depan perlu diatur mekanisme pengawasan DPR secara rigid terhadap pemerintah dalam penyusunan aturan turunan dari sebuah UU," saran Tholabi. 

Di bagian lain, Tholabi menyebutkan polemik Perpres No 10 Tahun 2021 ini harus tetap ditempatkan dalam perdebatan konstitusional, untuk mengurangi perdebatan publik yang kontraproduktif. Ketentuan yang mengatur mengenai investasi di industri minuman keras dapat diujimateri ke Mahkamah Agung (MA). 

"Kami menyarankan perdebatan mengenai Perpres No 10 Tahun 2021 ini dapat diujimaterikan di Mahkamah Agung (MA). Meski, harus dicatat, keberadaan Perpres ini merupakan perintah dari UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja," ingat Tholabi. 

Baca Juga: Viral Kabar Wapres Ma'ruf Amin Bolehkan Miras Demi Kas Negara, MUI: Itu Hoax

Sementara reaksi kelompok agamawan atas terbitnya Perpres tersebut memperlihatkan bahwa investasi di industri minuman keras yang mengandung alkohol agar ditinjau ulang oleh pemerintah. "Dalam penyusunan peraturan perundang-undangan yang baik itu harus berpijak pada filosofis, sosiologis, maupun yuridis. Nah, dari perspektif tersebut  Perpres No 10 tahun 2021 ini menimbulkan kontradiksi," tegasnya.

Perpres ini merupakan implikasi dari  keberadaan UU tentang Cipta yang pengesahannya diprotes banyak kalangan karena dinilai minim partisipasi.

Penulis : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU