> >

Kisah di Balik Izin Presiden yang Membuat Arteria Dahlan Tak akan Penuhi Panggilan Polisi

Peristiwa | 25 November 2021, 12:43 WIB
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI-P, Arteria Dahlan (Sumber: Tribunnews.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Anggota Komisi III Arteria Dahlan yang berseteru dengan salah satu anggota  keluarga TNI Anggiat Pasaribu, tak akan memenuhi panggilan polisi.

Menurut Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Habiburokhman, ada aturan dalam  UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) bahwa  pemanggilan anggota dewan oleh pihak kepolisian harus mendapatkan izin presiden. 

"UU MD3 Pasal 245 itu kan ya jelas bahwa anggota DPR kalau dipanggil mesti lewat MKD, tetapi sekarang lewat Presiden kecuali untuk Tipikor atau narkoba, ya, tindak pidana khusus," ujar Habiburokhman,Rabu (24/11/2021).

Cerita pasal yang diungkapkan oleh Habiburokhman, pernah menjadi polemik di tengah masyarakat. Yaitu ketika parlemen merevisi UU MD3 pada 2018 silam, salah satunya memasukkan pasal tentang pemanggilan paksa oleh anggota dewan serta izin MKD dan presiden bagi anggota dewan.

Kala itu, setidaknya ada empat masyarakat yang mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK), salah satunya Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK). Mereka meminta MK membatalkan ketentuan soal pemanggilan paksa tersebut. FKHK juga menggugat pasal pemanggilan anggota Dewan oleh penegak hukum harus lewat izin MKD dan presiden.

Baca Juga: Arteria Dahlan akan Cabut Laporan soal Cekcok dengan Anggiat Pasaribu?


Dalam putusannya pada 28 Juni 2018, MK  membatalkan dan mengoreksi sejumlah pasal kontroversial dalam Undang-Undang yang mengatur soal MPR, DPR DPD ini.


Setidaknya ada dua pasal kontroversial yang dibatalkan dan satu pasal yang dikoreksi. Putusan ini diambil oleh MK dengan suara bulat dalam sidang putusan uji materi UU MD3 di Gedung MK.

Mahkamah Konstitusi membatalkan soal pemanggilan Paksa Pasal pertama yang dibatalkan oleh MK adalah pasal pasal 73 ayat (3), ayat (4), ayat (5) dan ayat (6) UU MD3. 

Dalam pasal tersebut, DPR berhak melakukan panggilan paksa setiap orang yang tidak hadir setelah dipanggil tiga kali berturut-turut tanpa alasan yang patut dan sah. 

Panggilan paksa ini dilakukan dengan menggunakan kepolisian. Dijelaskan pula bahwa dalam menjalankan panggilan paksa, kepolisian dapat menyandera setiap orang untuk paling lama 30 hari. MK mengabulkan permohonan pemohon untuk membatalkan ketentuan soal pemanggilan paksa tersebut.


Nah,MK juga mengoreksi pasal 245 ayat (1). Pasal tersebut semula berbunyi: Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan. 

Baca Juga: Arteria Dahlan akan Cabut Laporan soal Cekcok dengan Anggiat Pasaribu?

Namun MK menilai pemeriksaan anggota DPR cukup mendapatkan izin Presiden, tanpa harus melalui pertimbangan dari MKD. MK pun menghapus frasa 'setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan' sehingga pasal tersebut berbunyi: 

Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden. 

Dalam pertimbangannya, MK menilai bahwa MKD tidak ada relevansinya dan tidak tepat dilibatkan memberi pertimbangan dalam hal seorang anggota DPR hendak diperiksa penegak hukum. 

Setelah MK memutus, semua anggota DPR sepakat dan menghormati putusan MK. Inilah yang membuat Arteria tidak akan memenuhi panggilan polisi, tanpa izin presiden .

Penulis : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU