> >

LPSK Ungkap Bupati Langkat Untung Rp177,5 miliar dari Praktik Perbudakan di Kerangkeng Manusia

Hukum | 11 Maret 2022, 11:16 WIB
Tim gabungan dari Polda Sumut mendatangi kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat non-aktif Terbit Rencana Perangin-angin. (Sumber: Dok. Polda Sumut via KOMPAS.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV — Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin diperkirakan mengantongi uang Rp177,5 miliar dari praktik perbudakan modern dalam kerangkeng manusia di kediamannya.

Hal itu sebagaimana diungkap Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Edwin Partogi Pasaribu dengan mengacu pada pernyataan Kapolda Sumatera Utara bahwa setidaknya ada 600 korban selama 10 tahun kerangkeng itu beroperasi.

"Maka TRP diuntungkan dengan tidak membayar penghasilan mereka sebesar Rp177.552.000.000," kata Edwin dalam keterangan tertulis, Kamis (10/3/2022).

Ia juga menambahkan, Terbit dalam hal ini memperoleh keuntungan dari para pecandu narkotika yang dipekerjakan tanpa upah.

Sementara itu, para pekerja harus menghadapi kerasnya hidup di kerangkeng manusia berdasarkan hasil kegiatan koordinasi, investigasi, dan penelaahan yang dilakikan LPSK sejak 27 Januari hingga 5 Maret 2022.

Baca Juga: Soal Kerangkeng Manusia Bupati Langkat, LPSK Temukan Dugaan Penyiksaan hingga Penistaan Agama

Bahkan, kata Edwin, mereka yang sudah berada di kerangkeng tidak ada peluang untuk kembali ke rumahnya.

Salah satunya disebabkan karena ketakutan para korban terhadap Terbit yang merupakan seorang kepala daerah.

"Kalau ada TRP, jangankan makan dan minum, buang air pun para korban tidak berani," katanya.

Dari berbagai temuan tersebut, tim LPSK menduga keras telah terjadi praktik perbudakan di kasus kerangkeng milik Terbit dengan iming-iming rehabilitasi bagi para pecandu narkotika.

"Pola penguasaan total benar-benar memutus penghuni kerangkeng dari keluarganya. Bahkan ada dua orang tua dari korban yang meninggal dunia dan mereka tidak diperkenankan untuk melayat," ungkapnya.

Meskipun saat masuk terdapat surat pernyataan yang ditandatangani pihak keluarga dan pihak penanggung jawab kerangkeng.

"Dalam praktiknya untuk keluar kerangkeng hanya dimungkinkan jika menyuap kepala lapas (kalapas), melarikan diri, atau mati," ujarnya.

Mereka yang kabur juga memiliki konsekuensi untuk dicari dan dijemput paksa oleh tim pemburu.

Tim pemburu tersebut ialah anak buah dari Terbit, orang suruhan Dewa, yang merupakan anak Terbit, serta oknum aparat setempat.

Hal tersebut terungkap dalam penyelidikan dan investigasi yang dilakukan oleh tim termasuk LPSK.

"Tim pemburu juga mengancam keluarga korban yang kabur untuk menggantikan posisi korban dalam kerangkeng," pungkasnya.

Baca Juga: LPSK Temukan Ada Peran Keluarga hingga Oknum Aparat di Kasus Kerangkeng Manusia Bupati Langkat

Penulis : Nurul Fitriana Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU