> >

8 'Dosa' PSSI Menurut Hasil Investigasi TGIPF Tragedi Kanjuruhan

Peristiwa | 14 Oktober 2022, 17:02 WIB
Ilustrasi. Orang-orang memeriksa kumpulan foto korban tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang yang terjadi pada Sabtu (1/10/2022), untuk mencari kerabat yang masih menghilang, Minggu (2/10/2022). Berikut dosa-dosa PSSI menurut hasil investigasi TGIPF Tragedi Kanjuruhan. (Sumber: Dicky Bisinglasi/Associated Press)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Hasil investigasi Tim Gabungan Independepen Pencari Fakta (TGIPF) yang dirilis hari ini, Jumat (14/10/2022), mengungkap 8 'dosa' federasi sepak bola Indonesia, PSSI, terkait Tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 yang menewaskan 132 orang.

8 'dosa' PSSI itu tertuang dalam Bab V Kesimpulan dan Rekomendasi dalam laporan hasil investigasi TGIPF, tepatnya pada bagian Kesimpulan untuk PSSI. 

Pada poin pertama atau poin a disebutkan, PSSI dinilai tidak melakukan sosialisasi berdasarkan regulasi FIFA, baik kepada suporter, pemain dan aparat keamanan.

"Tidak melakukan sosialisasi/ pelatihan yang memadai tentang regulasi FIFA dan PSSI kepada penyelenggara pertandingan, baik kepada panitia pelaksana, aparat keamanan dan suporter," bunyi poin a.

Sedangkan poin kedua terkait Standar Operasional (SOP) pertandingan yang dinilai lalai dilakukan PSSI. 

"Tidak menyiapkan personel match commissioner yang memahami tentang tugas dan tanggungjawabnya, dan sesuai dengan kualifikasi yang diperlukan, dalam mempersiapkan dan melaksanakan pertandingan sesuai dengan SOP yang berlaku," bunyi poin kedua atau poin b. 

Baca Juga: Hasil TGIPF: Sepatutnya Ketum PSSI dan Jajaran Komite Eksekutif Mengundurkan Diri

Adapun pada poin ketiga atau poin c, PSSI dinilai tidak mempertimbangkan faktor risiko saat menyusun jadwal kolektif Liga 1. 

"Tidak mempertimbangkan faktor risiko saat menyusun jadwal kolektif penyelenggaraan Liga-1," bunyi poin c. 

Sedangkan poin keempat dan kelima terkait dengan tanggung jawab PSSI atas Tragedi Kanjuruhan. 

"Adanya keengganan PSSI untuk bertanggungjawab terhadap berbagai insiden/ musibah dalam penyelenggaraan pertandingan yang tercermin di dalam regulasi PSSI (regulasi keselamatan dan keamanan PSSI 2021) yang membebaskan diri dari tanggung jawab dalam pelaksanaan pertandingan," bunyi poin d.

"Kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan Liga oleh PSSI," bunyi poin e.

Baca Juga: Hasil TGIPF: Aparat Terbukti Tembakkan Gas Air Mata Secara Membabi Buta hingga di Luar Lapangan

Selanjutnya, poin keenam dan ketujuh atau poin f dan g, disebutkan, adanya konflik kepentingan di tubuh PSSI. 

Serta, PSSI dinilai abai terhadap faktor kesejahteraan petugas lapangan dalam pertandingan. 

"Adanya regulasi PSSI yang memiliki potensi conflict of interest di dalam struktur kepengurusan khususnya unsur pimpinan PSSI (Executive Committee) yang diperbolehkan berasal dari pengurus/pemilik klub," bunyi poin f. 

"Masih adanya praktik-praktik yang tidak memperhatikan faktor kesejahteraan bagi para petugas di lapangan," bunyi poin g. 

Sedangkan di poin kedelapan atau poin h disebutkan, PSSI tidak melaksanakan tugas pengendalian dan pembinaan. 

"Tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam pengendalian pertandingan sepakbola Liga Indonesia dan pembinaan klub sepakbola di Indonesia," bunyi poin h.

Baca Juga: Ketua TGIPF Mahfud MD Sebut Kematian Massal Tragedi Kanjuruhan karena Setelah Ada Gas Air Mata

Tangggung Jawab dan Mundur 

Mahfud MD yang memimpin TGIPF dalam konferensi pers hari ini juga menjelaskan, PSSI secara organisasi harus bertanggung jawab penuh atas Tragedi Kanjuruhan

"Maka dalam catatan kami disampaikan bahwa pengurus PSSI harus bertanggung jawab, dan sub-sub organisasinya, bertanggung jawab itu pertama berdasarkan aturan-aturan resmi," kata Mahfud dalam konferensi pers di Istana Merdeka, Jumat (14/10), yang dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden. 

Ia menjelaskan, keselamatan rakyat itu hukum tertinggi, maka PSSI harus bertanggung jawab atas tragedi memilukan tersebut.  

"Keselamatan rakyat itu hukum lebih tinggi," papar Mahfud yang juga menjabat Menko Polhukam ini. 

Adapun dalam laporan hasil investigasi TGIPF yang dirilis Jumat siang, pada Bab V bertajuk Kesimpulan dan Rekomendasi disebutkan, Ketua Umum (Ketum) dan para pengurus PSSI sepatutnya mundur dari jabatan mereka sebagai imbas Tragedi Kanjuruhan yang merenggut 132 jiwa dan ratusan orang lainnya terluka.

"Secara normatif, pemerintah tidak bisa mengintervensi PSSI, namun dalam negara yang memiliki dasar moral dan etik serta budaya adiluhung, sudah sepatutnya Ketua Umum PSSI dan seluruh jajaran Komite Eksekutif mengundurkan diri," bunyi laporan TGIPF pada poin 5 Bab V. 

Hal ini sebagai bentuk pertanggungjawaban moral atas jatuhnya korban sebanyak 712 orang.

"Dimana saat laporan itu disusun sudah mencapai 132 orang meninggal dunia, 96 orang luka berat, 484 orang luka sedang/ringan yang sebagian bisa saja mengalami dampak jangka panjang," bunyi laporan itu. 

Penulis : Dedik Priyanto Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU