> >

Vonis Mati Ferdy Sambo Jadi Catatan Kelam Kepolisian hingga Penggunaan KUHP Baru

Hukum | 15 Februari 2023, 05:35 WIB
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Tarumanegara, Hery Firmansyah di program Sapa Indonesia Malam KOMPAS TV, Selasa (14/2/2023). (Sumber: KOMPAS TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Vonis mati kepada mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo menjadi catatan kelam bagi sejarah institusi Polri.

Di sisi lain vonis ini juga menjadi titik terang bagi penegakan hukum telah sesuai prosedur dalam memberikan pertanggung jawaban pidana terhadap terdakwa berdasarkan fakta-fakta. 

Begitu kata Pakar Hukum Pidana dari Universitas Tarumanegara, Hery Firmansyah terkait vonis mati yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selata kepada Ferdy Sambo.

Menurut Hery, sangat wajar jika tim kuasa hukum dan Ferdy Sambo tidak menerima vonis mati tersebut. Tapi perlu diingat juga putusan hakim ini telah melalui jalan yang panjang.

Baca Juga: Menko Polhukam, Mahfud MD Sebut Vonis Mati Sambo Sudah Tepat!

Keberanian hakim dalam menjatuhkan vonis mati tidak muncul sendirinya tanpa keyakinan dan keyakinan didapat dari proses yang tidak singkat.

Semisal jumlah saksi dan ahli yang dihadirkan oleh masing-masing pihak. Bahkan dari terdakwa bisa mengajukan beberapa ahli dan saksi lebih banyak dibanding jaksa. 

Belum lagi berapa kali saksi pelaku yang dikonfirmasi dikonfrontri ulang kepada terdakwa.

"(Vonis mati) ini sesuatu yang tidak mudah bahkan ada bonus pemeriksaan setempat untuk mengetahui jarak antara A dan B, kemudian posisi peristiwa seperti apa. Ini kemudian dimaknai membuka kebenaran materiel, karena perkara pidana itu kebenaran materiel," ujar Hery di program Sapa Indonesia Malam KOMPAS TV, Selasa (14/2/2023).

Baca Juga: Ferdy Sambo Divonis Mati, Berikut Deretan Vonis Hukuman Mati yang Pernah Ada di Indonesia| SINAU

Di sisi lain Hery menilai sangat wajar jika publik meragukan eksekusi vonis mati terhadap Sambo tidak dilaksanakan mengingat ada UU KUHP baru yang akan berlaku.

Hery menjelaskan dalam Pasal 100 ayat (1) UU Nomor 1 tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dijelaskan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun dengan memperhatikan rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri.

Tapi percobaan 10 tahun bisa berubah menjadi pidana seumur hidup, melalui keputusan presiden.

Lalu jika terdakwa tidak menunjukkan sikap terpuji maka Jaksa Agung bisa melaksanakan putusan pidana mati.

 

"Jadi lapisannya banyak. Yang jadi kekhawatiran publik adalah tafsirnya. Kemungkinan ini bisa digunakan, iya tapi tiga tahun yang akan datang," ujar Hery.

"Jangan disalahkan juga kalau ada yang berpendapat seperti itu, itu untuk memastikan kepastian hukum dari hukum itu sendiri," sambungnya.


 

Penulis : Johannes Mangihot Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU