> >

Mahfud MD Sebut Pemerintah Sediakan Dana Riset untuk Pelurusan Sejarah Tragedi 1965-66

Peristiwa | 23 Juni 2023, 21:20 WIB
Menkopolhukam Mahfud MD saat jumpa pers terkait pembentukan Tim Percepatan Reformasi Hukum di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (9/6/2023). (Sumber: YouTube Kemenko Polhukam)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan pemerintah akan menyediakan dana riest untuk pelurusan sejarah Tragedi 1965-1966. 

Mahfud menyebut dana tersebut akan disediakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). 

“Soal kebenaran sejarahnya itu ilmu, Kemndikbudristek akan memberikan dan menyediakan biaya penelitian bagi siapa saja yang menulis sejarah,” kata Mahfud dalam konferensi pers terkait pelaksanaan kick off penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat jalur nonyudisial di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (23/6/2023), dikutip dari Kompas.com. 

Baca Juga: Komnas HAM Selidiki Dugaan Kasus Kekerasan di PIP Semarang

Kendati demikian, Mahfud menjelaskan bahwa hasil riset tersebut mustahil menjadi satu-satunya kebenaran. 

Menurut Guru Besar Universitas Islam Indonesia itu, setiap penulis sejarah punya orientasinya masing-masing. 

“Jadi kita menyediakan dana untuk siapa yang mau menulis sejarah, silakan. Tapi jadi (naskah) akademik, bukan hasilnya itu lalu jadi dasar kebijakan, tak akan pernah ketemu, sejarah itu akan beda-beda,” tutur Mahfud.

Seperti diketahui, pemerintah akan memulai pemulihan hak para korban pelanggaran HAM berat masa lalu.

Kick off penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat jalur non-yudisial di Rumah Geudong, Aceh, pada Selasa (27/6/2023).

Penyelesaian atau penanganan pelanggaran HAM berat masa lalu jalur nonyudisial itu berupa pemulihan hak-hak korban, seperti pemberian beasiswa, jaminan kesehatan, rehabilitasi rumah, pelatihan-pelatihan keterampilan dan sebagainya.

Baca Juga: Mahfud MD Sebut Jokowi akan Umumkan Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu di Aceh

Sementara itu, banyak mahasiswa maupun diplomat di luar negeri yang terpaksa menjadi eksil dan tidak bisa pulang ke Indonesia setelah peristiwa 1965-1966. 

Dalam kasus 1965-1966, setelah berhasil merebut kekuasaan dari Presiden Soekarno, Soeharto melakukan pembersihan besar-besaran, termasuk bagi orang Indonesia di luar negeri yang dilakukan skrining. Para WNI di luar negeri diuji loyalitasnya kepada rezim Orde Baru. 

Mereka yang tidak mau mengakui Soeharto sebagai pemimpin negara yang sah, dituduh sebagai kader Partai Komunis Indonesia (PKI) atau simpatisan komunis, dan dicabut kewarganegaraanya.

Mahfud MD mengatakan ada 136 orang yang terdata sebagai korban pelanggaran HAM berat masa lalu.

 

Penulis : Gilang Romadhan Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV/Kompas.com


TERBARU