> >

Begini para Penjajah Membawa Harta Kekayaan dari Nusantara, Ada yang Menjarah 4 Hari 4 Malam Nonstop

Humaniora | 10 Juli 2023, 07:30 WIB
Harta karun Lombok, harta jarahan era kolonial yang dikembalikan Belanda ke Indonesia. (Sumber: Aly Singh/Rijksmuseum Via DW)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Belanda akan akan mengembalikan ratusan artefak berharga yang dirampas dari Indonesia selama masa penjajahan. Harta milik Nusantara itu dipastikan dibawa dengan cara dijarah.

Hal itu dikutip dari laman Pemerintah Belanda, penyebutan rampasan lantaran benda-benda tersebut dibawa secara tidak sah, baik dengan paksaan maupun penjarahan. 

Keputusan ini sendiri diambil oleh Sekretaris Negara Bidang Kebudayaan dan Media, Kementerian Kebudayaan Negeri Kincir Angin, Gunay Uslu.

"Ini pertama kalinya kami mengikuti rekomendasi Komite untuk mengembalikan benda-benda yang seharusnya tidak pernah dibawa ke Belanda," ujar Uslu.

Bukan hanya Belanda, ketika Inggris bercokol di Pulau Jawa, pun melakukan tindakan serupa bahkan terbilang mengerikan. 

Baca Juga: Belanda Pernah Jarah Harta Karun Indonesia di Era Kolonial, Kali Ini Dikembalikan, Apa Saja?

Sejarawan dari Universitas Oxford yang ahli dalam masalah Diponegero, Peter Carey, dalam bukunya "Takdir, Riwayat Pangeran Diponegoro 1785-1855" yang diterbitkan oleh KOMPAS (2014), menuliskan peristiwa penjarahan harta kekayaan keraton Yogyakarta secara detail.

Menurut "Babad Jatuhnya Yogyakarta", bala tentara Inggris yang sebagian berisi tentara Sepoy (India)  berlaku kasar dalam melaksanakan tugas mereka ketika menaklukan keraton pada 19-20 Juni 1812. "Para pangeran dan pejabat-pejabat senior keraton dipaksa untuk menyerahkan keris mereka yang dihiasi batu-batu permata," tulis Carey.

Bukan hanya itu. Keputren dan istana juga digeledah untuk dicari perhiasannya. Semua harta keraton dikuras habis nyaris tak bersisa.

Dalam catatan Peter Carey disebutkan, pasukan Inggris menguras antara lain berset-set perangkat wayang kulit, alat musik gamelan keraton, uang sekitar 800 ribu dolar Spanyol setara USD50 juta sekarang, ribuan naskah kuno keraton dengan hiasan indah, serta tentu saja keris dan berbagai perhiasan milik para putri keraton.

Bahkan ketika sultan dan para pangeran tidur di tahanan, kancing-kancing berlian yang menempel di jaket para pembesar keraton itu dicopoti dengan kasar.   

"Penjarahan habis-habisan atas Keraton Yogyakarta berlangsung empat hari penuh. Babad menggambarkan adanya arus barang-barang jarahan yang tiada henti diangkut ke kediaman Residen dengan pedati dan kuli-kuli panggul," tulis Carey.

Bahkan, sebelum penjarahan dilakukan, para penguasa keraton dan keluarganya diperlakukan secara hina. Mereka digiring ke kediaman residen di antara barisan tentara Sepoy dan Skotlandia dengan pedang terhunus dan sangkur terpasang.  

Namun dari semua barang, hanya disisakan satu saja yang tidak diangkut, yaitu Al-Qur'an dengan hiasan kaligrafi indah. Alasannya, Raffles yang kala itu menjadi gubernur jenderal di Jawa, menganggap itu bukan bagian dari budaya Hindu-Buddha.

Baca Juga: Raja Belanda Minta Maaf atas Peran Negaranya dalam Sejarah Perbudakan

Penjarahan ini menjadi babak awal jatuhnya Keraton Yogyakarta ke tangan bangsa Barat. Dan peristiwa ini pula yang ikut mendorong lahirnya Perang Jawa (1825-1830) di bawah pimpinan Pangeran Diponegoro. 

Masyarakat Jawa kala itu menyebutnya "Geger Sepoy" atau "Sepehi" tidak hanya sejarah kelam kekalahan yang meruntuhkan kewibawaan, namun juga menjadi tonggak lahirnya tata dunia baru di tanah Mataram.

Untuk mengenang peristiwa ini, dibangun Prasasti Geger Sepoy di Kampung Ketelan Wijilan Jokteng Lor Wetan Yogyakarta demi mengenang perjuangan rakyat Jawa Mataram tempo dulu melawan penjajahan bangsa Barat.

 

Penulis : Iman Firdaus Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU