Soal Rempang, PBNU Desak Pemerintah Perbaiki Pola Komunikasi dan Hadirkan Solusi Penyelesaian
Peristiwa | 15 September 2023, 17:24 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendesak pemerintah untuk segera memperbaiki pola komunikasi terhadap warga di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau (Kepri) sehingga permasalahan tersebut tidak terjadi secara berlarut-larut.
Pasalnya, menurut PBNU gaya komunikasi pemerintah yang buruk merupakan pemicu munculnya perlawanan keras masyarakat lokal di Pulau Rempang terkait upaya Pemerintah merelokasi mereka ke tempat lain untuk kepentingan investor Rempang Eco-City.
Hal ini disampaikan Ketua PBNU Ulil Abshar Abdalla saat membacakan pernyataan resmi organisasinya dalam konferensi pers di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Jumat (15/9/2023).
Mulanya Ulil menyebut, PBNU berpandangan konflik lahan di Rempang tersebut adalah persoalan yang berulang kerap terjadi di Indonesia.
Persoalan semacam ini, kata dia, terus berulang akibat kebijakan yang tidak partisipatoris, yang tidak melibatkan para pemangku kepentingan dalam proses perencanaan kebijakan hingga pelaksanaannya.
"Hal ini kemudian diperparah oleh pola-pola komunikasi yang kurang baik, PBNU meminta dengan sungguh-sungguh kepada Pemerintah agar mengutamakan musyawarah (syura’) dan menghindarkan pendekatan koersif," ujar Ulil.
Sebab itu, penting adanya perbaikan pola komunikasi antara pemerintah dengn masyarakat Rempang terkait persoalan tersebut.
"PBNU mendorong pemerintah untuk segera memperbaiki pola-pola komunikasi dan segera menghadirkan solusi penyelesaian persoalan ini, dengan memastikan agar kelompok yang lemah (mustadh’afin) dipenuhi hak-haknya, serta diberikan afirmasi dan fasilitasi," kata Ulil.
Baca Juga: PBNU soal Konflik Rempang: Masyarakat Jadi Nomor Satu, Tidak Boleh Dijadikan Korban
Pada kelanjutan pernyataannya, Ulil mengatakan soal pengambilan tanah rakyat oleh negara pun pernah dibahas dalam Komisi Bahtsul Masail Ad-Diniyah Al-Waqi'iyah saat Muktamar ke-34 NU di Lampung.
"PBNU berpandangan bahwa tanah yang sudah dikelola oleh rakyat selama bertahun-tahun, baik melalui proses iqtha' (redistribusi lahan) oleh pemerintah atau ihya’ (pengelolaan lahan), maka hukum pengambilalihan tanah tersebut oleh pemerintah adalah haram," jelasnya.
Namun demikian, PBNU perlu menegaskan kembali hukum haram tersebut jika pengambilalihan tanah oleh pemerintah dilakukan dengan sewenang-wenang.
"Pemerintah tetap memiliki kewenangan untuk mengambil-alih tanah rakyat dengan syarat pengambilalihan dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan, dengan tujuan untuk menciptakan sebesar-besar kemakmuran rakyat, dan tentu harus menghadirkan keadilan bagi rakyat pemilik dan/atau pengelola lahan," ungkapnya.
PBNU kemudian, mendorong pemerintah pusat dan daerah untuk lebih meyakinkan masyarakat Rempang mengenai pentingnya proyek strategis nasional dan kemaslahatannya bagi masyarakat umum, serta memastikan tidak adanya perampasan hak-hak serta potensi kerusakan lingkungan hidup dan sumber daya alam.
"PBNU selalu membersamai dan terus mengawal perjuangan rakyat untuk mendapatkan keadilan melalui cara-cara yang sesuai kaidah hukum dan konstitusi," jelasnya.
Selanjutnya, PBNU juga mengimbau kepada masyarakat Rempang-Galang agar menenangkan diri dengan memperbanyak zikir serta taqarrub kepada Allah, serta tetap memelihara sikap husnudhon terhadap pemerintah dan aparat keamanan.
Baca Juga: Ricuh di Pulau Rempang, Jokowi Telepon Kapolri Tengah Malam: Selesaikan Konflik Tersebut!
Penulis : Isnaya Helmi Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV