> >

Lewat Bengkel Hijrah Iklim, Anak Muda Diajak Peduli dengan Isu Perubahan Lingkungan

Humaniora | 22 November 2023, 04:45 WIB
Sejumlah anak-anak muda peduli terhadap isu perubahan iklim menunjukkan poster bernarasikan tentang lingkungan usai diskusi yang digelar Bengkel Hijrah Iklim (BHI) di Yogyakarta, Selasa (21/11/2023). (Sumber: Kompas.tv/Gading Persada)

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV- Mayoritas masyarakat Indonesia khawatir dengan krisis iklim yang sedang terjadi saat ini. Hal itu yang membuat Bengkel Hijrah Iklim (BHI) sebagai sebuah lembaga peduli lingkungan tergerak untuk mengajak anak-anak muda di Tanah Air sebagai jumlah terbanyak penduduk Indonesia saat ini untuk peduli terhadap isu iklim.

Untuk itu menurut Project Lead BHI Aldy Permana, pihaknya menggandeng anak muda guna ikut terlibat dalam isu perubahan iklim, adaptasi mitigasi, dan juga transisi berkelanjutan. 

“Tahapan BHI pertama pelatihan yang pada Oktober 2022 diikuti 20 anak muda Islam dari berbagai daerah di Indonesia. Lalu lima orang alumni kita beri kesempatan untuk mendaftarkan proyek atau ide mereka dalam bentuk proposal yang diberikan funding kepada mereka ini,” katanya dalam Media Briefing yang digelar di Yogyakarta, Selasa (21/11/2023).

Baca Juga: Forum Global Muhammadiyah Hasilkan Seruan Aksi Atasi Perubahan Iklim

Lima orang alumni tersebut kemudian juga mendapatkan pelatihan dan mentoring. Mereka mendapatkan pendampingan dari strategi hingga tahap implementasi. Dua diantara proyek tersebut yakni My Green Leaders yang digagas oleh Kholida Annisa dan juga Salawaku Movement yang digarap oleh Aniati Tokomadoran.

Menurut Kholida, pihaknya mendorong adanya pemimpin pro iklim pada 2024. Dalam pelaksanaan proyeknya, ia menggandeng anak muda yang tergabung dalam Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM). 

“Bulan Juni 2022 kami mengadakan Future Green Leaders Camp untuk mendorong kaum muda untuk mempunyai perspektif lingkungan, sehingga pemimpin ini tidak terpusat di saya tetapi memastikan kepada semua peserta,” ujar perempuan yang pernah menjabat sebagai Ketua Bidang Lingkungan Hidup PP IPM periode 2021-2023.

Kholida menambahkan, pihaknya ingin mengarusutamakan isu lingkungan. Sehingga kerusakan lingkungan tidak lebih cepat daripada gerakan peduli lingkungan. Salah satunya yakni dengan membuat anak muda memahami kekuatan mereka secara politis.

“Kami ini bukan cuma obyek suara di Pemilu tetapi subyek suara dan mendorong hal itu. Kami bayangkan kami jadi kekuatan besar mendorong pemimpin pro iklim dan massif melakukan pelatihan Future Green Leaders dan menyiapkan anak muda jadi Green Leaders sesuai yang kami geluti kedepannya,” kata dia.

Lain halnya dengan Aniati Tokomadoran yang menceritakan programnya digarap di empat pondok pesantren di DIY. Keempat pondok tersebut yakni Al Imdad, Assalafiyah, Ar-Rahmah, dan Asy Syifa. Dari riset ini Ani melihat adanya kesenjangan pengetahuan antara pengasuh pondok pesantren, para santri, dan para aktivis itu sendiri.

“Selama riset ternyata teman-teman pesantren belum paham dengan diksi perubahan iklim, mereka melihat itu sebagai hal yang normal dan bukan masalah besar. Dari situ kita sadar bahwa ada perbedaan pengetahuan dengan pesantren,” sambung Ani di kesempatan yang sama.

Dari hasil riset itu pula ia kemudian mengembangkan modul bertajuk Climate Boarding School. Pada bulan Maret 2023 ia telah mendiseminasikan modul ini dalam kegiatan People Strike for Peace, Women, and Climate Justice. Ia juga telah menjalin kerjasama dengan dua pondok pesantren yang menjadi tempat risetnya.

“Sejak riset itu pihak pondok pesantren mulai mengerti dan sadar untuk mempraktekkan kesadaran lingkungan, mereka mengurangi jajanan dengan kemasan sekali pakai dan disuport dengan pengelolaan sampah mandiri di pesantren,” kata Ani.

Adapun Peneliti Pusat Studi Kepemudaan dan Departemen Sosiologi UGM, Ragil Wibawanto memberikan apresiasinya terhadap berbagai program tersebut. Hal ini menurutnya merupakan wujud aksi berkelanjutan dan praktek baik dari kepedulian terhadap krisis iklim.

Baca Juga: Saat Jokowi Tak Menyangka Perubahan Iklim Jadi Nyata: Mau Impor Beras Saja Sulit

“Generasi Z ini jumlahnya banyak dan mereka akan menjadi pemimpin baru yang mana itu menjadi potensi sebagai penerus Indonesia, itu data dari kependudukan,” sambung Ragil yang hadir sebagai penanggap dalam diskusi tersebut.

Namun, ia menyoroti bahwa isu dan gerakan lingkungan ini lebih banyak dilakukan di kota. Padahal dari data yang ada menurutnya desa juga mengalami permasalahan lingkungan yang besar. Sehingga isu lingkungan ini menurutnya harus didekatkan dengan konteksnya atau dimasukkan dalam lokalitasnya.

“Ada pula peluang untuk memanfaatkan pendidikan non formal seperti yang dilakukan Kholida dan Aniati ini. Karena ketika masuk ke pendidikan formal kadang ada batas-batas yang tidak bisa dilewati,” tandas dia.

 

Penulis : Redaksi Kompas TV Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU