> >

Jawab Pertanyaan soal Sirekap Bermasalah, Ahli: Kita Ributin Pepesan Kosong

Hukum | 3 April 2024, 12:23 WIB
Tim kuasa hukum pasangan Anies-Muhaimin dalam sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden di Mahkamah Konstitusi, Rabu (3/4/2024). (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Bambang Widjojanto selaku kuasa hukum dari pasangan capres-cawapres nomor urut  1 pada Pilpres 2024, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar pada sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK) menanyakan apakah aplikasi Sirekap KPU bermasalah.

Pertanyaan Bambang tersebut diajukan pada Marsudi Wahyu Kisworo selaku ahli dalam sidang perkara tersebut di MK, Rabu (3/4/2024).

Bambang menanyakan pernyataan ahli yang menyebut bahwa semestinya sistem penginputan data dari Sirekap mobile ke web Sirekap diverifikasi terlebih dulu.

“Tadi Prof mengatakan, untuk tahun mendatang perlu ada verifikasi. Apakah dengan begitu dapat diberikan pandangan bahwa Sirekap ini bermasalah karena tidak ada sistem yang menverifikasi itu?” tanya Bambang.

Ia kemudian menjelaskan bahwa ada begitu banyak Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang pemilihnya melebihi batas maksimal Daftar Pemilih Tetap (DPT), padahal maksimal DPT per TPS adalah 300.

Lalu Bambang menanyakan apakah dengan adanya informasi ribuan TPS yang melebihi batas tersebut tidak bisa djadikan dasar untuk menyimpulkan bahwa ada fraud atau kecurangan di Sirekap.

“Dalam temuan kami, ternyata apps itu juga bermasalah. Fitur yang sudah fix dan diberikan vendor kepada owner, pada taggal 10 Februari tiba-tiba ada fitur berbeda yang masuk di situ.”

“Dua fitur yang masuk itu memberi keleluasaan pada orang yang memiliki akses untuk mengubah hasil. Bagaimana penjelasannya?” tanya Bambang lagi.

Ia juga mempertanyakan meta data dari hasil scan atau foto Formulir C1 Plano yang diunggah ke Sirekap web beserta cara mengetahui originalitas dan otentisitasnya.

“Ini temuan, Prof, ternyata selisih suara antara yang seharusnya dengan yang tampil pada Sirekap itu bermasalah dan ini ternyata ribuan. Apakah ini tidak cukup dijadikan dasar telah terjadi fraud di situ dan seharusnya dilakukan IT forensik?” tanya dia.

Sementara anggota tim kuasa hukum lainnya, Refly Harun, mengatakan bahwa saksi ahli yang diajukan oleh paslon 03, Ganjar-Mahfud, meyebut suara sah dan suara paslon berbeda hingga puluhan juta.

“Menurut ahli mungkin tidak itu teknikal, tidak ada fraud-nya?” tanya Refly.

“Kedua, tadi kan dikatakan soal angka-angka, bisa jadi salah baca, tapi bagaimana kalau angkanya bertambah? Misalnya 17 jadi 170, kan bertambah angkanya.”

Dalam jawabannya atas pertanyaan Bambang, Marsudi mengatakan bahwa 'bermasalah' harus terlebih dahulu didefinisikan seperti apa.

“Jadi kalau kita mendefinisikan bermasalah itu apa? Apakah bermasalah itu menyebabkan hasilnya berbeda, atau hanya menimbulkan keributan saja,” kata dia.

“Kalau hanya menimbulkan keributan, saya dari Situng sampai sekarang hasil Sirekap ini memang jadi bahan keributan, tapi keributan yang nggak ada gunanya, kita ributin pepesan kosong,” tegasnya.

Sebab, kata dia, yang dipakai penetapan pemilu di SK 360 oleh KPU dasarnya adalah penghitungan manual.

“Jadi kalau bermasalah dalam arti dia mempengaruhi angka, memengaruhi suara, memengaruhi perolehan, saya kira tidak. Tapi membuat orang menjadi emosi, jadi ribut, iya. Termasuk contohnya jumlah pemilih lebih dari 300 dan sebagainya.”

Mengenai TPS yang bermasalah, ia mengaku sering memonitor KPU dan setiap hari pihak KPU melakukan koreksi.

“Saya ada data nanti saya sampaikan pada majelis setelah sidang.”

“Misalnya pada tanggal 22 Februari, ketika Sirekap mulai diributkan pada 15 Februari, saya sebetulnya sudah nggak semangat itu, sudah males ikut-ikut begini lagi,” ucapnya.

Tapi, kata dia, pihak KPU memintanya menjadi ahli dalam persidangan, sehingga ia melakukan tracking tentang apa yang terjadi pada tanggal 22 Februari, dan memang waktu itu ada kesalahan di 12 ribu TPS.

“Tapi kalau kita lihat angka, tiga-tiganya ada yang naik ada yang turun. Ada yang naik dan turun itu, tidak bisa saya mengatakan ada algoritma atau Json script yang didesain untuk membuat suaranya terkunci.”

“Karena disribusi eror ini terjadi pada tiga-tiganya, pada pasangan 01 ada yang naik di TPS tertentu, 02 juga sama, 03 juga sama. Mirip dengan Situng pada 2019, agak random (acak) ini kesalahannya,” bebernya.

Mengenai meta data, ia menyebut hal itu lebih cocok ditanyakan pada saksi, karena saksi yang membuat aplikasinya.

“Saya tidak tahu apakah ada meta data atau tidak. Yang bisa menjawab dengan saksi fakta, karena mereka yang men-develop (mengembangkan).”

“Jadi yang namanya meta data, itu misalnya kalau Sirekap itu Formulir C1 Hasil itu kita foto, di foto itu ada datanya difoto pakai kamera apa, jam berapa, dan sebagainya. Tapi kita harus ingat juga yang punya meta data seperti itu hanya kamera-kamera yang baik saja, kalau HP-HP yang murah biasanya tidak ada meta datanya memang,” bebernya.

Menjawab pertanyaan tentang dugaan terjadinya fraud pada Sirekap, Marsudi menjelaskan bahwa dirinya bukan ahli hukum, tapi sepanjang pengetahuannya, salah satu syarat adanya fraud adalah mens rea atau niat.

“Saya bukan ahli hukum, tapi saya pernah mendengar begini, bahwa fraud itu salah satu syaratnya ada mens rea, ada niat.”

“Sementara, yang mengkonversi gambar menjadi angka adalah aplikasi, sistem sebuah apikasi. Apakah aplikasi punya niat? Kan tidak. Jadi kalau tidak ada manusia di sana, siapa yang mau disalahkan,” tambahnya.

Mengenai data Sirekap yang berubah pada waktu tertentu, ia mengatakan bahwa memang setiap detik, data Sirekap berubah.

“Pertama karena ada data baru yang masuk, kedua karena adanya koreksi. Jadi ketika kita menanyakan jam berapa tanggal berapa, itu posisi di situ, tapi di hari lain berbeda.”

 

 

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU