> >

Telat Mengganti Puasa Tahun Lalu hingga Ramadan Tiba, Bagaimana Hukumnya?

Beranda islami | 7 Maret 2024, 06:05 WIB
Ilustrasi berpuasa Ramadhan. (Sumber: Sewcream via Kompas.com)

Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Syekh M Nawawi Banten berikut:

والثاني الإفطار مع تأخير قضاء) شىء من رمضان (مع إمكانه حتى يأتي رمضان آخر) لخبر من أدرك رمضان فأفطر لمرض ثم صح ولم يقضه حتى أدركه رمضان آخر صام الذي أدركه ثم يقضي ما عليه ثم يطعم عن كل يوم مسكينا رواه الدارقطني والبيهقي فخرج بالإمكان من استمر به السفر أو المرض حتى أتى رمضان آخر أو أخر لنسيان أو جهل بحرمة التأخير. وإن كان مخالطا للعلماء لخفاء ذلك لا بالفدية فلا يعذر لجهله بها نظير من علم حرمة التنحنح وجهل البطلان به. واعلم أن الفدية تتكر بتكرر السنين وتستقر في ذمة من لزمته.

Artinya: Kedua (yang wajib qadha dan fidyah) adalah ketiadaan puasa dengan menunda qada puasa Ramadan (padahal memiliki kesempatan hingga Ramadan berikutnya tiba. Hal itu berdasarkan hadis: “Siapa saja mengalami Ramadan, lalu tidak berpuasa karena sakit, kemudian sehat kembali dan belum mengqadanya hingga Ramadhan selanjutnya tiba, maka ia harus menunaikan puasa Ramadan yang sedang dijalaninya, setelah itu mengqada utang puasanya dan memberikan makan kepada seorang miskin satu hari yang ditinggalkan sebagai kaffarah” (HR Ad-Daruquthni dan Al-Baihaqi).

Di luar kategori “memiliki kesempatan” adalah orang yang senantiasa bersafari (seperti pelaut), orang sakit hingga Ramadhan berikutnya tiba, orang yang menunda karena lupa, atau orang yang tidak tahu keharaman penundaan qadha. Tetapi kalau ia hidup membaur dengan ulama karena samarnya masalah itu tanpa fidyah, maka ketidaktahuannya atas keharaman penundaan qada bukan termasuk uzur. Alasan seperti ini tak bisa diterima, sama halnya dengan orang yang mengetahui keharaman berdehem (saat shalat), tetapi tidak tahu batal salat karenanya. Asal tahu, beban fidyah itu terus muncul seiring pergantian tahun dan tetap menjadi tanggungan orang yang yang berutang, sebelum dilunasi (Syekh M Nawawi Banten, Kasyifatus Saja ala Safinatin Naja, Surabaya, Maktabah Ahmad bin Sa‘ad bin Nabhan, tanpa tahun, halaman 114).

Dari penjelasan Syekh Nawawi Banten, kita dapat mengetahui apakah puasa yang belum diganti hingga tiba bulan Ramadan berikutnya disebabkan oleh sakit, lupa, atau karena sengaja menunda-nunda.

Jika disebabkan oleh kelalaian, seseorang harus mengganti puasanya (qada) dan membayar fidyah sebesar satu mud untuk setiap hari puasa yang masih belum diganti.

Satu mud, menurut Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah, setara dengan 543 gram. Sedangkan menurut Hanafiyah, satu mud setara dengan 815,39 gram dari bahan makanan pokok seperti beras dan gandum.

Baca Juga: Ramadan 2024 Diprediksi 5 Hari Lagi, Kapan Batas Waktu Qada atau Mengganti Utang Puasa?

Penulis : Rizky L Pratama Editor : Fadhilah

Sumber : Kompas TV


TERBARU