Kompas TV bisnis ekonomi dan bisnis

Harga CPO Global Naik-Turun, Minyak Goreng RI Terus Meningkat, KPPU: Pasar Migor Indonesia Oligopoli

Kompas.tv - 2 Maret 2022, 06:19 WIB
harga-cpo-global-naik-turun-minyak-goreng-ri-terus-meningkat-kppu-pasar-migor-indonesia-oligopoli
Pekerja mengemas minyak goreng di Pabrik Industri Hilir Kelapa Sawit. Harga minyak goreng di Indonesia terus meningkat, sementara harga CPO global naik-turun. (Sumber: Kompas.tv/Ant)
Penulis : Dina Karina | Editor : Gading Persada

JAKARTA, KOMPAS.TV- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan, harga minyak goreng (migor) di Indonesia tidak mengikuti harga minyak sawit mentah atau CPO internasional.

Hal itu berdasarkan perbandingan KPPU terhadap harga minyak goreng dalam negeri dengan CPO internasional, dalam kurun waktu tertentu.

Deputi Kajian dan Advokasi KPPU RI Taufik Ariyanto Arsad mengatakan, harga CPO bisa naik dan turun sesuai pasokan serta permintaan pasar.

Sedangkan harga minyak goreng di RI terus-terusan naik. Padahal selama ini Kementerian Perdagangan mengklaim harga minyak goreng naik mengikuti harga CPO global.

"Hasil temuan kami terjadi rigiditas pasar minyak goreng terhadap harga CPO. Fluktuasi harga CPO di pasar internasional mengikuti pasokan dan permintaan di pasar internasional," kata Taufik dalam diskusi virtual yang digelar Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Selasa (1/3/2022).

"Tapi harga minyak goreng di pasar domestik relatif stabil dan cenderung naik jadi sangat berbeda pergerakannya," tambahnya.

Baca Juga: Temuan Baru Ombudsman: Minyak Goreng Dipasok untuk Hotel hingga Konsumen Dipaksa Jadi Member

Menurut Taufik, pasar minyak goreng di Indonesia berbentuk oligopoli sehingga hal itu bisa terjadi. Oligopoli adalah kondisi pasar yang dikendalikan oleh segelintir sedikit perusahaan, sehingga mereka bisa menentukan harga.

Ia menilai, harga minyak goreng yang rigid atau kaku dan terus naik juga jadi salah satu ciri pasar oligopoli. Tidak bergerak mengikuti sesuai permintaan dan pasokan pasar.

"Berdasarkan data yang kita miliki memang struktur pasarnya terkonsentrasi, istilahnya oligopoli. Jadi ini menjadi concern bagi KPPU sendiri dan ini akan berdampak pada pembentukan harga di pasar," ujar Taufik.

KPPU juga menemukan ada perusahaan kelapa sawit besar yang mengambilalih perusahaan kecil, berupa lahan maupun saham perusahaan.

Taufik menyebut, praktik tersebut semakin memperkuat pasar oligopoli untuk komoditas sawit dan minyak goreng di tanah air.

Baca Juga: Tahu Tempe Hingga Minyak Goreng Mahal, PPN Juga Naik Jadi 11 Persen Mulai 1 April

Selain itu, kelangkaan minyak goreng bukan karena ada peningkatan ekspor besar-besaran. Lantaran volume ekspor CPO dalam setahun terakhir hanya naik 0,6 persen. Tapi, karena harga CPO sedang naik, nilai ekspornya juga ikut naik 52 persen.

Taufik menjelaskan, produk minyak goreng curah paling banyak menggunakan CPO dibanding minyak goreng kemasan. Rinciannya, 18,42 juta ton CPO dikonversi menjadi 5,7 juta kiloliter minyak goreng untuk dalam negeri.

Jumlah itu, digunakan untuk minyak goreng curah sebesar 2,4 juta kiloliter, minyak goreng industri sebesar 1,8 juta kiloliter, penggunaan minyak goreng premium atau yang ada di pasar modern 1,2 juta kiloliter, dan kemasan sederhana sebesar 231.000 kiloliter.

"Catatan kami yang kebutuhan paling besar adalah untuk minyak goreng curah, kelompok rumah tangga, di mana mencapai 2,4 juta kiloliter," ucap Taufik.

Baca Juga: Kementerian ESDM Bantah Program Biodiesel Sebabkan Minyak Goreng Langka

Sebelumnya, Anggota Ombudsman RI (ORI) Yeka Hendra Fatika menyampaikan, 6 kebijakan pemerintah terkait minyak goreng belum ada satu pun yang efektif menurunkan harga dan menjamin pasokan minyak goreng di pasaran.

Kebijakan itu adalah kebijakan satu harga minyak goreng Rp14.000 per liter di ritel modern, kemudian kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) minyak goreng.

Lalu ada juga penetapan harga eceran tertinggi (HET) untuk minyak goreng curah Rp11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp13.500 per liter, dan kemasan premium Rp14.000 per liter.

"Faktanya di lapangan masih ada pembatasan stok, dari distribusi ke agen, dari agen ke ritel. Nah kenapa sampai ada pembatasan pasokan?," kata Yeka dalam konferensi pers virtual, Selasa (22/2/20022).

Baca Juga: Sidak Pasar Tradisional di Kota Padang, Mendag: Jalur Distribusi Minyak Goreng Bermasalah

Padahal, pemerintah sudah mengatur dari sisi hulu dengan kebijakan DMO-DPO dan dari sisi hilir dengan HET. Kemudian di bagian distribusi ada Satgas Pangan yang kini mulai gencar melakukan sidak.

Yeka menilai, pengusaha dan pedagang minyak goreng kini melihat peluang, akan ada kebijakan baru lainnya dari pemerintah.

Pasalnya, sudah ada 6 regulasi tadi tapi belum ada yang berhasil. Sehingga sangat mungkin akan ada perubahan aturan lagi.




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x