Kompas TV ekonomi ekonomi dan bisnis

Jutaan GenZ Berstatus Menganggur, Anggota DPR Nilai Bisa jadi Ancaman Bonus Demografi

Kompas.tv - 23 Mei 2024, 06:50 WIB
jutaan-genz-berstatus-menganggur-anggota-dpr-nilai-bisa-jadi-ancaman-bonus-demografi
Pencari kerja mencari informasi lowongan kerja saat bursa kerja Mega Career Expo di Gedung Smesco Exhibition Hall, Jakarta, Kamis (22/2/2024). (Sumber: KOMPAS/FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY)
Penulis : Dina Karina | Editor : Deni Muliya

Baca Juga: BPJS Watch Sebut Pasien Bisa Sulit Dapat Kamar saat KRIS Berlaku, Ada Oknum RS yang Membatasi

Selain lulusan SMP/SD yang mendominasi, struktur angkatan kerja juga diisi oleh lulusan SMA/sederajat (32,4 persen) dan lulusan diploma IV dan S-1 (12,1 persen).

“Jika hanya berfokus pada pengangguran pencari kerja, orang dengan tingkat pendidikan tertinggi SMP juga menyumbang proporsi terbesar kedua di bawah lulusan SMA dan SMK,” tulis Harian Kompas dalam laporannya, dikutip dari Kompas.id pada Rabu (22/5/2024).

Dari 5,1 juta orang pengangguran pencari kerja pada 2022, sebanyak 1,1 juta orang atau 21,5 persennya hanya memegang ijazah paling tinggi SMP.

Ini lebih tinggi ketimbang lulusan universitas yang berjumlah 735.426 pengangguran pencari kerja atau berproporsi 14,4 persen.

Latar belakang pendidikan yang paling banyak menyumbang pengangguran pencari kerja adalah tingkat SMA dan SMK.

Ada 3,3 juta orang atau 63,8 persen dari seluruh pengangguran pencari kerja berpendidikan tertinggi SMA/SMK.

Baca Juga: Baru 30 Persen RS Swasta yang Siap Terapkan KRIS, Asosiasi: Kami Senang kalau Ada Insentif

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan, industri membutuhkan tenaga kerja yang memang benar-benar siap untuk bekerja dengan standar yang memadai.

Untuk meningkatkan kesiapan tenaga kerja Indonesia, pemerintah pusat ataupun daerah harus menjalin komunikasi yang baik dengan para calon investor.

Ini untuk mengetahui dengan baik tenaga kerja seperti apa yang dibutuhkan.

”Kalau tidak ada koordinasi yang baik, ketika (investasi) masuk dan SDM lokal ini belum siap maka (investor) akan mencari lokasi yang lain. Jadi pendidikan vokasi ini persiapannya harus jauh sebelumnya, bukan menjelang investasi masuk. Ketika sudah siap SDM-nya, maka ketika pabrik itu beroperasi, sudah bisa langsung terserap,” terang Faisal.

Di sisi lain, penyempitan peluang kerja di sektor formal dan angkatan kerja yang masih didominasi lulusan SMA/SMK dan SMP/SD membuat pemerintah lebih memilih untuk mendorong pemanfaatan peluang pasar kerja luar negeri.

Baca Juga: Waspada Masuk Indonesia! Varian Baru Covid-19 Ada di Singapura, Kemenkes: Perjalanan Belum Dibatasi

Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi menyebut, lulusan SMP misalnya, bisa ikut bekerja ke luar negeri untuk mengisi kebutuhan tenaga kerja specified skill worker (SSW).

Pekerjaan yang akan dilakukan tidak butuh keterampilan tinggi, melainkan keterampilan khusus sesuai jenis pekerjaannya.

Keterampilan teknis yang spesifik dan kemampuan berbahasa asing calon pekerja migran akan disiapkan lewat balai latihan kerja milik pemerintah ataupun swasta.

Dalam hal gaji dan perlindungan tenaga kerja, pekerja migran SSW ini jauh di atas pekerja migran sektor domestik.

Seperti pekerja di bidang pengolahan makanan, perawat lansia, pengemudi, dan tata graha perhotelan.

Mereka yang pulang ke Tanah Air nantinya bisa diajarkan untuk mengapitalisasi networking dan pengalaman kerjanya.

”Gaji mereka per bulan bisa sampai Rp 20 juta-Rp 25 juta. Kalau kita bisa kirim masif, pendapatan masyarakat yang semula dasar bisa naik kelas, minimal ke menengah,” ungkap Anwar.



Sumber : Kompas.id



BERITA LAINNYA



Close Ads x