Airlangga menyampaikan, putusan tersebut akan diadopsi dalam waktu 60 hari dan akan mengikat bagi Indonesia dan Uni Eropa.
Dengan demikian, Uni Eropa diminta untuk dapat menyesuaikan kebijakan dalam Delegated Regulation terkait hal-hal yang tidak sesuai dengan aturan dari WTO.
Baca Juga: 3 Bulan Jadi Presiden, Prabowo Makin Optimistis Target Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Akan Tercapai
Airlangga juga menyebutkan, keputusan itu tentu akan berdampak pada kebijakan yang diambil Uni Eropa, yakni European Union Deforestation Regulation (EUDR).
Di mana sebelumnya Uni Eropa secara resmi mengadopsi proposal penundaan implementasi EUDR selama 1 tahun hingga 30 Desember 2025 mendatang, yang mengindikasi ketidaksiapan Uni Eropa.
Ia mengatakan, keputusan WTO tersebut tentu tambahan kekuatan bagi Indonesia yang tengah berupaya menentang kebijakan EUDR.
"Indonesia akan terus menentang kebijakan yang bersifat diskriminatif dan tidak pro rakyat, terlebih mempertimbangkan terdapat lebih dari 41 persen penggarap kebun kelapa sawit di Indonesia merupakan pekebun rakyat," ucapnya.
Baca Juga: Begini Cara Jual Minyak Jelantah untuk Bahan Baku Avtur ke Pertamina
Momentum ini, lanjutnya, juga dapat memberikan kesempatan bagi Indonesia dan Malaysia untuk memperkuat strategi implementasi agar komoditas sawit tidak mengalami diskriminasi kembali.
“Dengan kemenangan ini, saya berharap cloud ataupun yang selama ini menghantui perundingan IEU-CEPA ini bisa hilang dan kita bisa segera selesaikan IEU-CEPA,” tandasnya.
IEU-CEPA atau Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) adalah perjanjian kerja sama ekonomi komprehensif antara Indonesia dan Uni Eropa.
Saat ini Indonesia masih dalam tahap finalisasi IEU-CEPA, dan proses negosiasi sudah dilakukan selama 7 tahun, dengan 18 kali pertemuan.
Perjanjian ini bertujuan untuk meningkatkan hubungan ekonomi kedua negara dan memberikan manfaat bagi kedua belah pihak.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.