LOS ANGELES, KOMPAS.TV — Film No Other Land, yang mengisahkan aktivis Palestina yang berjuang untuk melindungi warga dari pembongkaran oleh militer Israel, memenangkan Oscar untuk film dokumenter terbaik. Kemenangan ini diumumkan dalam Academy Awards ke-97 yang digelar di Los Angeles, Minggu (2/3/2025).
Film ini merupakan kolaborasi antara pembuat film Israel dan Palestina, dan mereka menghadapi risiko penangkapan ketika mendokumentasikan penghancuran sebuah desa di Tepi Barat. Desa tersebut dirobohkan oleh tentara Israel untuk digunakan sebagai zona pelatihan militer.
Sang pembuat film, Basel Adra, kemudian berteman dengan seorang jurnalis Yahudi Israel bernama Yuval Abraham yang membantunya untuk memperkuat cerita.
"Kami membuat film ini sebagai orang Palestina dan Israel karena, bersama-sama, suara kami lebih kuat," kata jurnalis dan pembuat film Israel Yuval Abraham.
Baca Juga: Suasana Warga Palestina Buka Puasa Pertama Ramadan 2025 di Antara Reruntuhan Bangunan Gaza
Ia menggunakan pidato penerimaannya untuk mengecam pemerintah negaranya atas penghancuran yang mengerikan di Gaza. Selain itu, ia mendesak Hamas untuk segera membebaskan semua sandera Israel.
No Other Land menjadi kandidat kuat pemenang Oscar setelah sukses di sirkuit festival film. Namun, film tersebut tidak mendapatkan distributor untuk pemutaran di AS, meskipun sebelumnya film ini telah sukses didistribusikan di 24 negara.
Kemenangan ini membuat No Other Land menyingkirkan film-film lain yang dinominasikan, yaitu Porcelain War, Sugarcane, Black Box Diaries, dan Soundtrack to a Coup d'État.
Film dokumenter ini direkam selama empat tahun antara tahun 2019 dan 2023, dan produksi diselesaikan beberapa hari sebelum Hamas melancarkan serangan mematikan pada 7 Oktober 2023 terhadap Israel, yang memulai perang di Gaza.
Dalam film tersebut, Abraham terlibat dalam komunitas yang berjuang melawan pengungsian, tetapi ia menghadapi beberapa penolakan dari warga Palestina yang melihat hak istimewanya sebagai warga negara Israel.
Adra mengatakan terdapat perbedaan antara dia dan Abraham. Ia tidak dapat meninggalkan Tepi Barat dan diperlakukan seperti penjahat, sementara Abraham dapat datang dan pergi dengan bebas.
Baca Juga: Momen Ratusan Tahanan Palestina yang Dibebaskan Israel Tiba di Gaza selatan
“Ketika saya melihat Basel, saya melihat saudara saya, tetapi kami tidak setara,” kata Abraham di atas panggung.
“Kami hidup dalam rezim di mana saya bebas di bawah hukum sipil dan Basel berada di bawah hukum militer yang menghancurkan hidupnya. Ada jalan yang berbeda, solusi politik tanpa supremasi etnis, dengan hak-hak nasional bagi kedua rakyat kami,” ujarnya.
Film ini sangat bergantung pada rekaman kamera dari arsip pribadi Adra. Ia merekam tentara Israel yang meratakan sekolah desa dan mengisi sumur air dengan semen untuk mencegah orang-orang membangun desa kembali.
Warga wilayah Masafer Yatta yang kecil dan terjal berkumpul setelah Adra merekam seorang tentara Israel yang menembak seorang pria setempat yang memprotes pembongkaran rumahnya. Pria itu menjadi lumpuh, dan ibunya berjuang untuk merawatnya saat tinggal di sebuah gua.
"Sekitar dua bulan lalu, saya menjadi seorang ayah," kata Adra pada hari Minggu, seperti dikutip dari The Associated Press.
"Harapan saya kepada putri saya (adalah) bahwa dia tidak harus menjalani kehidupan yang sama seperti yang saya jalani sekarang, selalu takut pada pemukim, kekerasan, pembongkaran rumah, dan pemindahan paksa. Kami menyerukan kepada dunia untuk mengambil tindakan serius guna menghentikan ketidakadilan," ujarnya.
Sumber : The Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.