Kompas TV internasional kompas dunia

Jelang Dilantik jadi Presiden AS, Ini 4 Jejak Bermasalah Joe Biden

Kompas.tv - 20 Januari 2021, 17:18 WIB
jelang-dilantik-jadi-presiden-as-ini-4-jejak-bermasalah-joe-biden
Presiden terpilih Amerika Serikat Joe Biden pada Sabtu (16/1/2021) di Wilmington, Delaware. (Sumber: AP Photo/Matt Slocum)
Penulis : Ahmad Zuhad

WASHINGTON, KOMPAS.TV - Pelantikan Presiden Amerika Serikat terpilih Joe Biden akan berlangsung pada tengah hari Rabu (20/1/2021) waktu Amerika atau pukul 11.30 WIB.

Politisi Partai Demokrat ini terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat setelah mengalahkan calon petahana Donald Trump.

Sejak pemilihan bursa capres Partai Demokrat, Joe Biden mendapat dukungan setia dari kelas pekerja multirasial Amerika. Biden juga makin menunjukkan bahwa ia calon presiden progresif setelah Demokrat resmi mencalonkannya.

Dalam kampanyenya Biden bekerja sama dengan politikus sayap kiri Bernie Sanders serta anggota dewan Alexandria Ocasio-Cortez. Barrack Obama dan senator progresif Elizabeth Warren mendukungnya. Ia juga memilih politikus keturunan India Kamala Harris sebagai wakil presiden.

Baca Juga: Pidato Perpisahan Trump, Sebut Nama Joe Biden?

Biden dan Sanders menyiapkan proposal kebijakan untuk menarik pemilih pada masa kampanye. Proposal itu menyinggung isu kesehatan, imigrasi, pendidikan, reformasi pengadilan kriminal, perubahan iklim dan ekonomi.

Dengan amunisi itu, politikus moderat itu berhasil mengalahkan Donald Trump dalam pemilihan presiden 2020. Ia dianggap pilihan terbaik dalam pemilu itu.

Namun, Biden bukan tanpa noda. Ia punya rekam jejak bermasalah. Berikut ini empat jejak bermasalah presiden terpilih Amerika Joe Biden.

Menolak Program Bus Sekolah Desegrasi

Rekam jejak ini tampak bertentangan dengan dukungan generasi tua warga kulit hitam Amerika dalam pemilu Amerika 2020. Joe Biden mengawali karier politiknya pada 1975 sebagai anggota Senat Negara Bagian Delaware.

Baca Juga: Jelang Pelantikan, Pasar Saham Menanti Kebijakan dari Pemerintahan Joe Biden

Salah satu langkah yang ia ambil adalah memimpin gelombang protes pada sebuah rencana integrasi kehidupan warga kulit hitam dan warga kulit putih Amerika.

Rencana itu disebut bus sekolah. Kebijakan itu rencananya akan mengantarkan anak-anak kulit hitam menggunakan bus agar bisa belajar di sekolah khusus anak kulit putih. Sementara, anak-anak kulit putih diantar agar belajar di sekolah khusus anak kulit hitam.

Ketika itu Amerika masih berada dalam transisi setelah seluruh hukum segregasi (pemisahan warga kulit hitam dari warga kulit putih) dicabut pada 1968.

Rencana ini diharapkan bisa menghilangkan sekat antara warga kulit hitam dengan warga kulit putih. Kebijakan ini juga diharapkan memberi kesempatan pendidikan lebih baik bagi anak kulit hitam.

Saat itu Biden secara terbuka mendukung kebijakan transisi dari segregasi (desegregasi) dalam kampanyenya. Namun, setelah terpilih ia berubah pendirian karena menyadari pemilih kulit putih di daerahnya cemas dengan langkah desegregasi.

Ia pun mengampanyekan penentangan pada kebijakan bus sekolah itu. Namun, Biden juga mendaku masih mendukung  integrasi warga kulit hitam dengan warga kulit putih. Ia seakan cuci tangan.

“Pendirian yang juga dipegang kolega Biden lain dari sayap liberal dan moderat adalah langkah pintar tapi tak jujur. Hal itu memungkinkan Biden memilih dukungan pemilih di atas prinsip, sambil berlagak seakan tak melakukannya,” tulis pakar sejarah Universitas New Hampshire Jason Sokol.

Baca Juga: Ini Dia Deretan Artis Dunia Yang Akan Meriahkan Pelantikan Biden

Ironisnya, Wakil Presiden terpilih Kamala Harris adalah salah satu orang yang diuntungkan dari kebijakan bus sekolah itu.

Tuduhan Pelecehan Seksual

Pada April 2020 seorang perempuan mantan asisten Biden menuduh politisi Demokrat ini melakukan pelecehan seksual padanya. Perempuan bernama Tara Reade ini menyebut Biden melakukan tindakan itu ketika menjabat anggota Senat Delaware pada 1992-1193.

Reade mengaku Biden pernah memegang bagian tubuhnya yang berada di balik pakaian. Biden juga disebut merayunya agar mau diajak kencan.

Selain Reade, tujuh perempuan lain mengaku menerima perlakuan tidak pantas dari Biden. Para perempuan itu mengaku Biden pernah menyentuh, memeluk dan atau mencium mereka.

Baca Juga: Sebelum Dilantik, Biden Akan Hadiri Misa Gereja Bersama Pemimpin Kongres AS

Biden menyangkal tuduhan itu. Dalam tulisannya di akun blog Medium, ia secara tersirat menyatakan dukungannya pada usaha melawan tindak kekerasan seksual.

“Tiap tahun pada bulan April ini kita membicarakan kesadaran, pencegahan dan pentingnya perempuan merasa mereka dapat bergerak maju, menyatakan sesuatu dan didengarkan. Kepercayaan bahwa perempuan harus didengarkan adalah hal yang mendasari hukum yang kubuat lebih dari 25 tahun lalu,” tulis Biden.

Biden merujuk pada Undang-Undang Kekerasan pada Perempuan.

Memberi Persetujuan yang Menyebabkan Bush Dapat Menyerbu Irak

Pada 2016 Donald Trump bisa memperoleh banyak dukungan dari internal Partai Republik dan masyarakat karena menyalahkan lawan-lawannya yang terlibat dalam invasi Irak.

Ia meraih banyak simpati setelah mendebat mantan Presiden George Bush dalam bursa calon presiden Partai Republik. Trump juga menyoroti peran Hillary Clinton sebagai anggota Senat yang menyetujui invasi Irak.

Namun, tak banyak orang mengetahui bahwa Joe Biden adalah aktor utama lain di balik invasi Irak oleh Amerika. Pada 2002  Biden adalah Ketua Komite Hubungan Internasional Senat Amerika. Ia juga tokoh berpengaruh.

Baca Juga: Jelang Pelantikan Joe Biden, Gladi Bersih Dibubarkan, Kenapa?

Tak cuma itu, Biden juga berwenang memilih seluruh saksi dalam sesi dengar pendapat rapat Senat mengenai Irak. Ia memilih sebagian besar saksi dari kalangan pendukung invasi Irak. Ia tak memilih saksi ahli yang dapat menjelaskan keadaan sebenarnya pemerintahan Irak.

Akibatnya, Irak mendapat sanksi ekonomi dan hancur karena invasi itu. Hal itu semua dilakukan dengan alasan pemerintahan Irak mendukung Al-Qaeda dan memiliki senjata pemusnah massal. Seluruh tuduhan atas Irak adalah tuduhan tak berdasar.

“Aku yakin ini bukan langkah buru-buru untuk berperang. Aku percaya ini adalah gerak jalan menuju kedamaian dan keamanan. Aku percaya kegagalan mendukung resolusi (invasi) ini secara bersemangat bakal meningkatkan prospek terjadinya perang,” kata Biden beberapa hari sebelum voting soal invasi Irak.

Mendorong Kebijakan Pemenjaraan Massal

Biden juga mendapat kritik karena mendorong kebijakan pemenjaraan massal dan ikut membuat aturan soal itu.

Pada 1986 Biden ikut membuat Undang-Undang Anti Penyalahgunaan Obat-Obatan. Meski terlihat baik, praktik undang-undang ini diskriminatif.

Contohnya, soal hukuman bagi pengguna kokain. Pengguna kokain dapat dibedakan dari orang yang mengonsumsi bubuk kokain langsung dengan orang yang menghisap asap kokain (crack).

Baca Juga: Di DK PBB, Ketua Liga Arab Minta Joe Biden Ubah Kebijakan Trump di Timur Tengah

Warga kulit hitam cenderung mendapat hukuman sebagai penghisap crack yang lebih berat dari hukuman untuk pengguna bubuk kokain.

Sementara, warga kulit putih cenderung mendapat hukuman sebagai pengguna bubuk kokain. Padahal, mayoritas penghisap crack adalah warga kulit putih.

Biden juga ikut melahirkan Undang-Undang Kriminal pada 1994. Akibat aturan ini, pemerintah Amerika mendorong turunnya anggaran besar-besaran untuk menangkapi bandar narkoba, membangun banyak penjara, dan mencegah kalangan pemuda terhindar dari narkoba.

Akibat undang-undang itu, hukum Amerika lebih banyak memenjarakan dan mengabaikan keadilan restoratif.



Sumber : Kompas TV



BERITA LAINNYA



Close Ads x