Kompas TV internasional kompas dunia

9/11: Tiga Presenter TV Kawakan Pandu Rakyat AS Saksikan Tragedi 11 September 2001

Kompas.tv - 11 September 2021, 05:15 WIB
9-11-tiga-presenter-tv-kawakan-pandu-rakyat-as-saksikan-tragedi-11-september-2001
Tiga presenter kawakan televisi Amerika Serikat (AS) yang memandu jutaan rakyat AS menyaksikan peristiwa 11 September 2001 melalui siaran langsung televisi. Mereka adalah Dan Rather dari CBS (kiri), Peter Jennings dari ABC (tengah), dan Tom Brokaw dari NBC (kanan). (Sumber: AP Photo)
Penulis : Vyara Lestari | Editor : Gading Persada

NEW YORK, KOMPAS.TV – “Nyalakan televisimu.”

Kalimat itu bergema di jutaan rumah di Amerika Serikat (AS) pada hari ini, 11 September tepatnya tahun 2011 silam. 

Jutaan warga Amerika di rumah mereka segera mengangkat telepon mereka dan menghubungi sanak keluarga, kerabat dan teman-teman mereka.

“Sesuatu yang mengerikan sedang terjadi. Cepat nyalakan televisimu. Kau harus lihat.”

Saat itu, media sosial yang sigap menyebarkan berita instan belumlah ada.

Hingga, rakyat Amerika pun berpaling ke televisi untuk mengetahui segala peristiwa terbaru yang tengah terjadi.

Termasuk sejumlah orang yang ketika itu berada di gedung World Trace Center (WTC).

Mereka pun menelepon kerabat mereka dan menanyakan tentang apa yang sedang terjadi.

Pasalnya, mereka merasakan getaran dan dapat mencium asap.

Mereka meminta tolong untuk menonton berita di televisi dan mencari tahu tentang apa yang sebenarnya tengah terjadi.

Pada Selasa nahas itu, sebagian besar rakyat AS, juga dunia, dipandu melalui peristiwa yang sebelumnya sungguh tak terbayangkan oleh tiga presenter atau pembawa berita televisi.

Mereka adalah Tom Brokaw di NBC News, Peter Jennings di ABC dan Dan Rather dari CBS.

Ketiganya bukanlah satu-satunya presenter yang melakukan siaran langsung saat itu.

Ada pula Aaron Brown dari CNN yang menarasikan peristiwa itu dari atap sebuah gedung di New York, contohnya.

Namun, ABC, CBS atau NBC terbilang merupakan pilihan pertama warga AS untuk menyaksikan berita.

Baca Juga: 9/11: Bagaimana Serangan 9/11 Membentuk Joe Biden Sebagai Presiden Amerika Serika

Saat ini, studio televisi akan dipenuhi oleh presenter dari berbagai latar belakang untuk melaporkan sebuah berita besar.

Namun ketika itu, hanya segelintir presenter TV yang memegang kendali siaran.

“Kami bertiga dikenal karena telah melalui berbagai bencana dan berita besar di negara ini,” ucap Brokaw mengenang seperti dilansir dari Associated Press.

Dan ketiganya tengah berada di New York pada Selasa pagi nahas itu.

Dalam waktu sejam setelah pesawat pertama menabrak gedung WTC pada 8.46 pagi waktu setempat, ketiga presenter itu telah berada dalam studio televisi tempat mereka bekerja.

“Sudah jelas itu merupakan serangan terhadap Amerika,” kata Marcy McGinnis, yang memegang kendali breaking news di CBS pada hari itu.

“Saya ingin orang yang paling berpengalaman duduk di kursi (presenter) itu. Karena, mereka membawa seluruh pengalaman hidup mereka, juga pengalaman membawakan berita mereka.”

Kebingungan dan kegelisahan yang melanda rakyat AS pun, sempat menghinggapi para jurnalis kawakan ini.

Brokaw mengingat, pada satu titik, ia sempat mempertanyakan apakah menara kembar WTC harus diruntuhkan karena kerusakan yang ada begitu parah.

Tapi, tak lama kemudian, pertanyaannya terjawab saat salah satu gedung WTC runtuh.

Peristiwa itu terjadi begitu cepat.

“Negeri ini butuh semacam dasar pijakan,” ujar David Westin, presiden ABC News pada saat itu. “Ada di mana kita? Apa yang terjadi? Seberapa buruk peristiwa ini? Ini butuh semacam pernyataan seperti ‘Ada beberapa hal yang kami ketahui, dan ada beberapa hal yang belum kami ketahui. Tapi inilah yang menjadi dasar pergerakan kami.’”

Presiden Bush sempat Menghilang selama Beberapa Jam

Pada sepanjang hari itu, sejumlah pemimpin pemerintahan tampak ‘menghilang’ hingga jelas dinyatakan bahwa serangan telah berakhir.

Presiden George W Bush pun berada di Air Force One hingga sore.

Alat komunikasi yang saat itu masih terbilang primitif, membuat Bush hanya dapat menyaksikan peristiwa yang terjadi melalui siaran televisi saat pesawat mengudara di atas kota-kota besar.

Absennya Bush dalam krisis itu pula diangkat oleh Jennings.

Ini membuat sejumlah anggota pemerintahan Bush murka dan dendam terhadap Jennings, bahkan hingga detik ini.

Mereka merasa Jennings telah meremehkan Bush saat ia melaporkan bahwa sang presiden menghilang selama beberapa jam selama krisis.

Menurut Westin, mereka telah salah mengartikan laporan Jennings.

Baca Juga: 9/11: Bagaimana Serangan 9/11 Menyisakan Pahit dan Luka bagi Warga Afghanistan Kini

Tiga Presenter TV Kawakan dengan Kekuatan Berbeda

Pada hari itu, tiap presenter kawakan ini memperlihatkan kekuatan berbeda mereka.

Brokaw, yang menulis buku ‘The Greatest Generation’ tentang para pejuang Perang Dunia 2, dengan cepat dapat menangkap peristiwa itu sesuai konteksnya.

“Ini bukan sekadar berita. Kita tengah menyaksikan sebuah sejarah,” katanya saat itu.

Brokaw menyebut serangan itu sebagai serangan terbesar di tanah AS sejak Perang 1812.

Serangan itu telah mengubah wajah Manhattan, dan bahwa keseharian di sana tak akan lagi pernah sama.

“Ini merupakan deklarasi perang terhadap Amerika Serikat,” begitu Brokaw menyatakan pada para pemirsa.

Asap tebal membumbung ke angkasa seiring ledakan disertai kobaran api saat dua pesawat komersial yang dibajak menabrakkan diri ke menara kembar World Trade Center di New York, Amerika Serikat, Selasa (11/9/2001). (Sumber: AP Photo/Chao Soi Cheong)

Sementara, Rather terbilang lebih hati-hati.

Ia mengingatkan para pemirsanya untuk bisa membedakan antara fakta dan spekulasi.

Saat ia mengambil alih liputan CBS, ia menyatakan,

“Ada beberapa hal buruk yang terjadi. Tetapi sampai dan kecuali kita mengetahui faktanya, sangat sulit untuk menarik banyak kesimpulan.”

“Emosi dan tensi sungguh tinggi pada hari itu,” kenang Rather.

“Untuk mengurangi kebisingan, membantu menenangkan kepanikan, kita harus jelas, ringkas dan transparan.”

Yang mengejutkan, sejumlah laporan palsu pun sempat mencuat pada jam-jam awal saat serangan terjadi.

Seperti tentang sebuah bom mobil yang meledak di Departemen Luar Negeri di Washington.

Sebuah kelompok juga malah mengaku bertanggung jawab atas serangan yang kemudian terbukti bohong ini.

Berbagai spekulasi terus dicek. Namun, di bawah bayang-bayang serangan teroris 8 tahun sebelumnya pada 1993 di lokasi yang sama, nama Osama bin Laden dengan cepat muncul sebagai dalang yang dituding berada di balik serangan.

Jennings adalah pembawa berita yang sempurna.

Dia dengan trampil merangkai semua elemen – laporan saksi mata, analisis ahli, buletin, dan apa yang dilihat oleh pemirsa dengan mata kepala sendiri – menjadi narasi yang menarik.

Semula, pembahasan tentang jumlah korban, ditekan seminim mungkin.

Tak ada yang tahu pasti. Tapi ini berubah saat menara kedua WTC runtuh.

Para presenter pun menyampaikan pada pemirsa bahwa mereka harus bersiap menghadapi yang terburuk.

“Tak ada kata-kata untuk menggambarkan ini,” ucap Rather ketika itu.

“Inilah saat untuk menyaksikan, menyerap dan menelaah. Apa yang kita harap dan doakan tidak akan terjadi, tidak bisa terjadi, telah terjadi. World Trade Center New York, telah hancur. Jumlah korban akan sangat banyak.”  

Orang-orang tampak berlarian saat menara selatan gedung World Trade Center di Manhattan, New York, Amerika Serikat, runtuh pada Selasa, 11 September 2001. (Sumber: AP Photo/Amy Sancetta, File)

“Ini akan mengerikan,” tutur Brokaw pada para pemirsa.

“Kerusakannya jauh melebihi yang bisa kami katakan.”

Masing-masing presenter yang terlatih, mampu mengendalikan emosi mereka, kecuali Jennings.

Matanya tampak basah saat kamera beralih padanya usai laporan jurnalis Lisa Stark dari ABC.

Pada pemirsa, ia mengungkap bahwa ia baru saja mengecek keberadaan anak-anaknya yang mengkhawatirkan keselamatan dirinya.

“Jadi jika Anda adalah orang tua dan memiliki anak di bagian lain negara ini, hubungi mereka,” sarannya pada pemirsa.



Sumber : Kompas TV/Associated Press



BERITA LAINNYA



Close Ads x