Kompas TV internasional kompas dunia

Tiga Organisasi Advokasi Desak Uni Afrika Cabut Status Pemantau yang Diberikan kepada Israel

Kompas.tv - 5 Oktober 2021, 22:45 WIB
tiga-organisasi-advokasi-desak-uni-afrika-cabut-status-pemantau-yang-diberikan-kepada-israel
Pemandangan dalam upacara pembukaan Pertemuan Luar Biasa ke-11 Majelis Uni Afrika di Addis Ababa, Ethiopia, pada 17 November 2018. (Sumber: AFP/File photo)
Penulis : Edy A. Putra | Editor : Vyara Lestari

LONDON, KOMPAS.TV – Tiga organisasi advokasi mendesak para pemimpin Uni Afrika mencabut status pemantau yang diberikan kepada Israel di badan pan-Afrika itu. Pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan Israel dinilai bertentangan dengan konstitusi Uni Afrika.

Ketiga organisasi tersebut adalah Pusat Keadilan bagi Warga Palestina Internasional (International Centre of Justice for Palestinians) yang berkedudukan di Inggris, Demokrasi untuk Dunia Arab Sekarang (Democracy for Arab World Now/Dawn) di Amerika Serikat, dan Pusat Sumber Daya Hukum (The Legal Resource Center) di Afrika Selatan.

Mereka mengatakan, tindakan-tindakan Israel terutama kejahatan apartheid dan persekusi terhadap warga Palestina seharusnya mendiskualifikasi negara tersebut dari Uni Afrika yang menyerukan kemerdekaan politik, martabat manusia, dan emansipasi ekonomi.

Direktur Eksekutif Dawn Sarah Leah Whitson memandang pemberian status pemantau kepada Israel tidak dapat dibenarkan, terutama dilakukan setelah Israel melakukan serangan ke Gaza pada Mei lalu.

“Uni Afrika seharusnya berada di barisan depan dalam perjuangan melawan dominasi brutal satu grup terhadap grup lainnya. Namun justru (Uni Afrika) memberikan legitimasi terhadap pemerintahan apartheid Israel,” kata Whitson dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari Middle East Eye, Selasa (5/10/2021).

Baca Juga: Presiden Palestina Jamu Menteri Israel di Tepi Barat, Minta Akhiri Pendudukan

Israel telah mencoba untuk bergabung dengan Uni Afrika selama hampir 20 tahun dalam upayanya membangun hubungan bilateral dengan negara-negara di benua tersebut.

Uni Afrika telah dua kali menolak permintaan status pemantau oleh Israel. Pada Februari 2021 lalu, Uni Afrika bahkan menyerukan kemerdekaan Palestina dan agar pendudukan Israel dihentikan.

Namun pada Juli lalu, Komisi Uni Afrika yang diketuai Moussa Faki Mahamat memberikan status pemantau kepada Israel. Hal itu dilaporkan dilakukan tanpa berkonsultasi dengan negara-negara anggota lainnya.

Sejak itu, separuh lebih dari 55 negara anggota Uni Afrika termasuk Afrika Selatan, Aljazair dan Mesir, menentang keputusan tersebut.

Direktur Regional Pusat Sumber Daya Hukum Sherylle Dass menilai pemberian status pemantau kepada Israel merupakan penghinaan terhadap rakyat Palestina dan warga kulit hitam Afrika Selatan.

Baca Juga: PM Israel Tolak Pembentukan Negara Palestina, Dianggap Kesalahan Buruk

“Kita tidak dapat membiarkan atau acuh tak acuh terhadap negara mana pun yang menjajah dan menduduki secara illegal negara lainnya dan menindas serta menaklukkan orang-orangnya,” ujar Dass.

Pada Agustus lalu, Faki menanggapi kritik terhadap keputusannya tersebut. Dia mengatakan keputusan tersebut berada di bawah wewenangnya.

Dia juga menyinggung 40 lebih negara anggota Uni Afrika yang memiliki hubungan bilateral dengan Israel.

Faki menambahkan akreditasi tersebut muncul bersamaan dengan “komitmen teguh” Uni Afrika terhadap “hak-hak fundamental rakyat Palestina termasuk hak mereka untuk mendirikan negara yang merdeka.”

Dewan eksekutif Uni Afrika dijadwalkan menggelar pertemuan untuk membahas masalah pemberian status pemantau tersebut pada 13-14 Oktober mendatang di Chad.

Baca Juga: Israel Penjarakan Ribuan Warga Palestina termasuk Anak-Anak, Sebagian Tanpa Proses Pengadilan

 




Sumber : Kompas TV/Middle East Eye


BERITA LAINNYA



Close Ads x