Kompas TV internasional kompas dunia

Sepotong Bali di Tanah Heidi, saat Gamelan Pulau Dewata Dimainkan Bule-Bule Eropa...

Kompas.tv - 10 Juli 2022, 08:30 WIB
sepotong-bali-di-tanah-heidi-saat-gamelan-pulau-dewata-dimainkan-bule-bule-eropa
Sigried, Martin dan Carla memainkan Gamelan Bali di Basel Music Academy, dalam acara Gamelan Community Gathering di Basel, Swiss, Sabtu (25/6/2022). (Sumber: Krisna Diantha / Kompas.tv)
Penulis : Redaksi Kompas TV

BASEL, KOMPAS.TV - Gerimis mulai jatuh di Leonhardstrasse 6, Basel, Swiss di penghujung Juni. Hujan angin juga diramalkan datang menjelang lepas siang. Namun semua itu tidak menyurutkan Nyoman Sudiatmika bersama istri dan anaknya, untuk datang.

"Bulu kuduk saya berdiri kalau mendengar ini," katanya kepada KOMPAS.TV.

Nyoman menempuh perjalanan 1,5 jam dari kediamannya di tepi Danau Thun, 125 km dari Leonhardstrasse.

"Luar biasa mereka mainnya," kata lelaki yang di tanah kelahirannya, Bali, juga seorang penabuh gamelan itu.

Baca Juga: Kabar Baik, Gamelan Ditetapkan Jadi Warisan Budaya Dunia

Lebih mengagetkan diungkapkan Alexandra. "Saya datang dari Berlin," akunya.

Jika Nyoman bisa langsung pulang dari Basel ke Thun, atau sebaliknya, Thun ke Basel, Alexandra harus menginap di Basel. Dari Berlin ke Basel, jaraknya sekitar 900 km, 8 jam perjalanan dengan mobil.

Alexandra datang dari Berlin ke Basel untuk ikut serta Gamelan Community Gathering di Basel, Swiss, Sabtu (25/6/2022). (Sumber: Krisna Diantha / Kompas.tv)

Begitu juga Pascal dan Marc, yang memerlukan tiga jam perjalanan dari Jenewa ke Basel. Atau Amandine, yang terbang langsung dari London, Inggris.

Semua jerih payah itu dilakukan karena satu hal, cinta Indonesia, melalui Gamelan Community Gathering (GCG).

"Ini memang semacam reuni penabuh gamelan Bali, setelah lama, karena Corona, tertunda-tunda," kata Carla Barzell, salah satu panitia, dalam bahasa Indonesia yang lancar.

Carla Brazell memelopori mengumpulkan para penabuh Gamelan Bali di Basel, Swiss. (Sumber: Krisna Diantha / Kompas.tv)

Bersama Sara, sejawatnya, Carla bahu-membahu melaksanakan acara ini.

"Kalau di London atau Amerika, gampang untuk latihan bersama. Di sini, Basel, Freiburg, atau kota Eropa lainnya, sangat susah,“ kata Carla. "Kami hanya bisa iri dengan rekan-rekan di London atau Amerika, yang bisa menemukan banyak grup gamelan,“ imbuhnya.

Maksud Carla, di London dan Amerika, Orkestrasi Gamelan, tumbuh subur dan berkembang. Di Freiburg, khususnya Orkestrasi Gamelan Anggur Jaya, tempat Carla berlatih, tidak banyak peminat.

Ada sekitar 25 penabuh gamelan Bali berkumpul di Basel Music Academy. Sebagian besar di antaranya sudah pernah ke Bali, sekaligus belajar musik tradisional Pulau Dewata itu di tanah kelahirannya.

Beberapa di antaranya bisa memainkan alat musik yang tergolong sulit, seperti gangsa dan kendang. Carla dan Martin contohnya. 

Tetapi Alexandra, sama sekali belum pernah menginjak Bali.

"Tentu saja saya ingin, suatu saat, ke Bali," katanya. 

"Bagaimana musik ini dimainkan disana, bagaimana ruh yang muncul disana, saya ingin sekali menikmatinya," imbuh Alexandra.

Kendang, alat musik yang paling sulit, aku Alexandra, suatu saat juga ingin dikuasainya. "Ya, itu termasuk Königklasse (paling utama),“ katanya.

Saat ini, Alexandra cukup puas bisa memainkan Gangsa, dalam orkestrasi Gong Gebyar.

Para penabuh gamelan dari Jerman, Swiss, dan Italia bergabung dalam Gamelan Community Gathering di Basel Music Academy, 25 Juni 2022. (Sumber: Krisna Diantha / Kompas.tv)

Beberapa pemain lain, Martin,  Sigrid, Marc, Pascal, Amandine, juga Sarah dan Carla, selalu merindukan Pulau Dewata. Setiap ada kesempatan, mereka ingin melewatkan liburan ke Pulau Dewata.



Sumber : Kompas TV



BERITA LAINNYA



Close Ads x