Kompas TV internasional kompas dunia

Sepotong Bali di Tanah Heidi, saat Gamelan Pulau Dewata Dimainkan Bule-Bule Eropa...

Kompas.tv - 10 Juli 2022, 08:30 WIB
sepotong-bali-di-tanah-heidi-saat-gamelan-pulau-dewata-dimainkan-bule-bule-eropa
Sigried, Martin dan Carla memainkan Gamelan Bali di Basel Music Academy, dalam acara Gamelan Community Gathering di Basel, Swiss, Sabtu (25/6/2022). (Sumber: Krisna Diantha / Kompas.tv)
Penulis : Redaksi Kompas TV

"Dalam waktu dekat mungkin belum, tetapi pasti saya ke Bali lagi," kata Sigrid, salah satu pemimpin Anggur Jaya.

Terdapat dua seniman asli Bali yang ikut acara ini, yakni Ni Nyoman Inten dan Wayan Pica. Inten tampil sebagai penari, sekaligus membagikan pengalamannya kepada publik Swiss.

"Kalau tidak ada grup ini, saya sudah pulang ke Bali dari dulu," kata Inten. 


Sementara Wayan Pica memainkan gendang. Pica, yang dikenal luas di kalangan penabuh gamelan Bali di Eropa, tampil mengagumkan. Padahal, Pica tidak ikut latihan sehari sebelumnya, sebagaimana lainnya.

Carla mengonsep acara ini serius. "Namun santai,“ katanya.

Busana pemainnya sekadar kaos oblong. Make up juga tidak banyak. "Kecuali penarinya," imbuhnya. 

Mereka memainkan Gong Kebyar, Gender Wayang, Rindlik, juga Gambuh, siang itu.

"Gong Kebyar kami pilih karena lebih modern, lebih improvisasi,“ kata Carla.

"Dan sangat dinamis, saya senang juga yang spontan. Saya orangnya gitu,“ imbuh Carla.

Penonton yang datang cukup  banyak. Grosse Saal Basel Music Academy penuh, namun tersaring.

Eva Christiane von Reumont, salah satunya. Calon professor Wayang Kulit ini, datang dari Freiburg, memang untuk mengamati permainan ini.

"Saya memang lebih akrab dengan gamelan wayang kulit Jawa. Namun saya tercekat begitu menyaksikan permainan mereka, terutama ketika memainkan Gong Kebyar, “ kata Eva.

Baca Juga: KBRI Tokyo Gelar Festival, Ratusan Warga Jepang Nobar Wayang Kulit dan Gamelan

Jika di Bali sering didiskusikan munculnya Taksu, aura magis, ketika memainkan gamelan Bali, Carla tersipu-sipu ketika ditanyakan itu.

"Tidak sebanyak di Bali. Namun ada beberapa menit tertentu, bisa muncul aura itu,“ katanya.

Orang Eropa, imbuh Carla, yang cenderung hidup dalam banyak aturan, kerap memainkan gamelan seperti ketika bermain musik klasik.

"Saya sering anjurkan mereka santai, having fun, namun serius. Di situ nanti akan muncul harmoni, akan ada taksu, meskipun hanya beberapa menit,“ katanya.

Gde Suartana, ketua Bale Banjar Swiss, perkumpulan komunitas Hindhu Darma di Swiss, menyambut gembira kegiatan ini.

"Tentu saja saya bangga sekali. Ada orang asing yang mau mempelajari dan melestarikan budaya Bali," ujar Suartana.

Siang itu, mengalunlah satu demi satu repertoar klasik gamelan, dari Jayaprana, Margapati, hingga Hujan Mas.  

Dan Basel, meskipun akhirnya diguyur hujan deras, tetap memendarkan sepotong aura Bali di Heidiland.

 

(Krisna Diantha - Swiss)



Sumber : Kompas TV



BERITA LAINNYA



Close Ads x