Kompas TV internasional kompas dunia

Membunuh Abe, Menyerang Demokrasi: Ketika Seluruh Jepang Bersatu Melawan Terorisme

Kompas.tv - 12 Juli 2022, 20:45 WIB
membunuh-abe-menyerang-demokrasi-ketika-seluruh-jepang-bersatu-melawan-terorisme
Eks Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe berbaur dengan pemilih usai berpidato di Tokyo, 9 Desember 2012. Pembunuhan Shinzo Abe dikhawatirkan akan membuat politikus Jepang tidak bisa lagi berbaur langsung dengan masyarakat karena risiko pembunuhan yang nyata. (Sumber: Kyodo News via Associated Press)
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim | Editor : Edy A. Putra

TOKYO, KOMPAS.TV - Penembakan eks Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe saat berpidato di jalanan pada Jumat (8/7/2022) mengejutkan seantero Negeri Matahari Terbit.

Seluruh dunia juga terkejut mengingat identiknya Jepang dengan tingkat kriminalitas rendah dan perederan senjata api yang terkontrol.

Pembunuhan Abe memicu kemarahan publik dan ikrar perlawanan baik dari politikus ataupun pers. Aksi Tetsuya Yamagami yang berujung kematian Abe dianggap serangan langsung terhadap demokrasi Jepang.

Yamagami menembak Abe pada siang hari ketika sang politikus tengah berkampanye di Nara. Beberapa jam kemudian, putra eks Menteri Luar Negeri Jepang Shintaro Abe itu dinyatakan meninggal dunia.

“Peluru itu merobek fondasi demokrasi. Kami bergetar dengan kemarahan,” demikian bunyi editorial media The Asahi Shimbun yang berhaluan liberal. The Asahi Shimbun kerap menjadi pengkritik sepak terjang politik Shinzo Abe dan partainya, Partai Demokrat Liberal (LDP), yang cenderung konservatif.


Baca Juga: Shinzo Abe Dimakamkan Hari Ini Secara Tertutup, Lihat Reaksi Dunia Atas Kematiannya

Kemarahan dan keterkejutan di sekitar pembunuhan Abe sebagian karena aksi kriminalitas amat jarang terjadi di Jepang. Bahkan, di negara ini, cukup lumrah untuk menyaksikan ponsel atau dompet tergeletak di tempat umum tanpa ada yang menyentuhnya.

Kekerasan senjata api pun terlebih jarang lagi. Khususnya dalam kurun beberapa tahun belakangan atau dengan latar belakang politis. 

Situasi pembunuhan Abe juga disebut membuat peristiwa ini lebih mengejutkan. Eks PM Jepang itu dibunuh dekat stasiun kereta yang ramai, ketika berkampanye untuk pemilihan parlemen.

Di Jepang, kendati memiliki sejarah panjang dominasi satu partai dan keapatisan pemilih yang makin bertumbuh, pemilihan umum tetap dianggap serius.

Baca Juga: Ironi Hideo Kojima: Bikin Gim tentang Misinformasi, Malah Difitnah Jadi Pembunuh Shinzo Abe

Mitsuru Fukuda, profesor manajemen krisis di Universitas Nihon Tokyo, menyebut penembakan Abe adalah pembunuhan pertama pemimpin atau mantan pemimpin Jepang setelah Perang Dunia Kedua. Ia memperingatkan bahwa konsekuensi peristiwa ini bisa gawat.

“Masyarakat kita mungkin sependapat bahwa ketika politikus dan pejabat tinggi bisa ditargetkan sewaktu-waktu, maka orang-orang akan khawatir diserang hanya karena mengekspresikan pandangannya,” kata Fukuda kepada Associated Press.

Situasi Jepang yang amat kondusif berbeda dengan situasi kacau sebelum Perang Dunia Kedua. Saat itu, otoritas menuntut kepatuhan sepenuhnya dari rakyat ketika tentara Kekaisaran menyapu Benua Asia.

Masa-masa itu adalah antitesis demokrasi, waktu ketika pembunuhan, intimidasi pemerintah terhadap pembangkang, serta pembungkaman kebebasan berkumpul dan berbicara, menjadi fenomena umum.

Baca Juga: Selain Shinzo Abe, Pemimpin dan Tokoh Politik Ini Juga Tewas Dibunuh di Abad 21

Pembunuhan tokoh politik hanya beberapa hari sebelum pemilihan umum di salah satu negara paling stabil sedunia, menimbulkan kekhawatiran bahwa sesuatu yang fundamental telah berubah.

“Jepang adalah negara demokrasi, jadi pembunuhan seorang mantan perdana menteri adalah serangan terhadap kita semua. Ini adalah aksi terorisme,” tulis The Japan Times dalam editorialnya.

Politikus-politikus LDP tetap berkampanye setelah kematian Abe. Saat pemilihan pada Minggu (10/7) lalu, LDP pun menorehkan suara yang lebih besar dari perkiraan.




Sumber : Associated Press


BERITA LAINNYA



Close Ads x