YEREVAN, KOMPAS.TV - Pasukan Azerbaijan meluncurkan serangan berskala besar ke wilayah Armenia pada Selasa (13/9/2022). Yerevan melaporkan bahwa setidaknya 49 tentara Armenia tewas dalam serangan ini.
Serangan Azerbaijan tersebut dikhawatirkan memicu konflik bersenjata yang lebih meluas antara dua negara tetangga itu.
Armenia dan Azerbaijan sendiri telah berkonflik selama berdekade-dekade terkait Nagorno-Karabakh, wilayah Azerbaijan yang dikuasai pasukan etnis Armenia yang disokong Yerevan.
Pasukan pro-Armenia mengontrol wilayah itu usai perang separatis yang berakhir pada 1994.
Pada 2020 lalu, perang kembali pecah di Nagorno-Karabakh selama enam pekan. Pasukan Azerbaijan merebut kembali sebagian wilayah Nagorno-Karabakh dalam perang yang menewaskan lebih dari 6.600 orang ini.
Perang enam pekan tersebut berakhir dengan perjanjian damai yang dijembatani Rusia. Moskow pun menerjunkan sekitar 2.000 personel pasukan penjaga perdamaian ke Nagorno-Karabakh.
Baca Juga: Azerbaijan Luncurkan Operasi Militer di Nagorno-Karabakh, Tuduh Armenia Langgar Perjanjian
Pada Selasa (13/9) pagi, usai serangan Azerbaijan, Moskow bergerak cepat menengahi gencatan senjata. Namun, belum diketahui apakah gencatan senjata ini berhasil menahan kedua pihak.
Serangan Azerbaijan dilaporkan diluncurkan pada Selasa (13/9) lewat tengah malam waktu setempat. Pasukan Azerbaijan mengirim rentetan tembakan artileri dan serangan drone ke sejumlah titik dekat perbatasan Armenia.
Azerbaijan beralasan, pasukannya sekadar melakukan tembakan balasan sebagai respons “provokasi berskala besar” oleh pihak Armenia.
Azerbaijan mengeklaim pasukan Armenia menanam ranjau dan berulang kali menembaki posisi militer Azerbaijan, menimbulkan korban manusia dan kerusakan infrastruktur militer.
Usai serangan Azerbaijan, Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan segera menelepon Presiden Rusia Vladimir Putin untuk membicarakan insiden tersebut.
Associated Press melaporkan, Pashinyan juga menelepon Presiden Prancis Emmanuel Macron, Presiden Dewan Eropa Charles Michel, Presiden Iran Ebrahim Raisi, dan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken.
Pemerintah Armenia mengaku pihaknya akan meminta bantuan secara resmi ke Rusia yang terikat perjanjian persahabatan dengan mereka.
Yerevan juga dilaporkan mengirim permohonan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Organisasi Traktat Keamanan Kolektif (CSTO), aliansi pertahanan berisi negara bekas Uni Soviet yang dipimpin Rusia.
Menanggapi permintaan Armenia, juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, enggan membicarakan respons secara spesifik.
Ia sebatas menyatakan bahwa pemerintahan Putin “menempuh setiap upaya untuk membantu de-eskalasi tensi.”
Baca Juga: Butuh Rusia, Armenia Tak Takut Sanksi Barat karena Pertahankan Kerja Sama dengan Moskow
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.