Kompas TV internasional kompas dunia

WHO: Kasus Tuberkulosis Meningkat Secara Global untuk Pertama Kalinya dalam Beberapa Tahun Terakhir

Kompas.tv - 28 Oktober 2022, 09:01 WIB
who-kasus-tuberkulosis-meningkat-secara-global-untuk-pertama-kalinya-dalam-beberapa-tahun-terakhir
Jumlah orang yang terinfeksi tuberculosis (TBC) meningkat secara global untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun terakhir. (Sumber: Kompas.com-)
Penulis : Tussie Ayu | Editor : Iman Firdaus

JENEWA, KOMPAS.TV - Jumlah orang yang terinfeksi tuberculosis (TBC) meningkat secara global untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun terakhir. Kasus yang meningkat adalah termasuk TBC dengan bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Hal ini dilaporkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Kamis (27/10/2022).

WHO menyatakan lebih dari 10 juta orang di seluruh dunia menderita TBC pada tahun 2021, yaitu naik 4,5 persen dari tahun sebelumnya. “Sekitar 1,6 juta orang meninggal (karena TBC),” kata WHO seperti dikutip dari The Associated Press. 

WHO mengatakan sekitar 450.000 kasus merupakan jenis yang resistan terhadap antibiotic. Jumlah ini meningkat 3 persen lebih banyak daripada tahun 2020.

Dr Mel Spigelman, presiden Aliansi TBC nirlaba, mengatakan lebih dari satu dekade kemajuan menjadi hilang ketika COVID-19 muncul pada tahun 2020.

“Meskipun ada kemajuan di bidang-bidang seperti terapi pencegahan, tapi kami masih tertinggal di hampir setiap janji dan target mengenai TBC,” kata Spigelman.

Baca Juga: Untuk Pertama Kalinya, Indonesia Punya Obat Pendeteksi TBC yang Bisa Diakses Pasien BPJS

WHO juga menyalahkan COVID-19 atas sebagian besar peningkatan TBC, dengan mengatakan pandemi berdampak pada rusaknya akses ke diagnosis dan pengobatan TBC. Sejak pandemi, kemajuan yang dibuat sebelum 2019 telah melambat, terhenti atau malah berbalik mundur.

Kini banyak pasien TBC tanpa sadar menularkannya ke orang lain, terutama di negara-negara dengan sistem kesehatan yang lemah. 

WHO juga mengatakan pembatasan COVID-19, termasuk lockdown dan protokol jarak fisik, juga menghambat layanan pengobatan TBC dan mungkin telah mendorong beberapa orang untuk tidak pergi ke fasilitas kesehatan karena takut tertular virus corona. 

Pejabat menambahkan bahwa penurunan ekonomi global juga merupakan faktor, mengatakan bahwa sekitar setengah dari semua pasien TBC dan keluarga mereka menghadapi biaya yang tinggi untuk pengobatan mereka. WHO meminta agar lebih banyak negara yang dapat menanggung semua biaya diagnosis dan pengobatan TBC.

Setelah COVID-19, TBC adalah penyakit menular paling mematikan di dunia. Hal ini disebabkan oleh bakteri yang menyerang paru-paru. Kuman sebagian besar menyebar dari orang ke orang di udara, seperti ketika orang yang terinfeksi batuk atau bersin.

TBC kebanyakan menyerang orang dewasa, terutama mereka yang kekurangan gizi atau memiliki kondisi lain seperti HIV; lebih dari 95% kasus terjadi di negara berkembang.

Baca Juga: Waspadai Penyakit TBC pada Anak, Ini Cara Pengobatan yang Perlu Diketahui

Menurut laporan WHO, hanya satu dari tiga orang dengan TBC yang resistan terhadap obat yang digunakan.

“TBC yang resistan terhadap obat dapat disembuhkan, tetapi yang mengkhawatirkan, kasus meningkat untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun,” kata Dr. Hannah Spencer, yang bekerja di Doctors Without Borders di Afrika Selatan.

“Sangat mendesak bahwa perawatan yang lebih pendek, lebih aman, dan lebih efektif harus ditingkatkan sekarang.”

Spencer menyerukan untuk diturunkannya harga pengobatan TBC sehingga biaya pengobatan lengkap tidak lebih dari 500 dollar.

WHO juga mengatakan konflik yang sedang berlangsung di Eropa Timur, Afrika dan Timur Tengah telah memperburuk pilihan bagi pasien yang mencari diagnosis dan pengobatan TBC.

Ukraina memiliki salah satu epidemi TBC terburuk di dunia bahkan sebelum Rusia menginvasi negara itu pada bulan Februari. Pakar kesehatan khawatir ketidakmampuan pasien untuk diobati dapat memicu meningkatnya TBC yang kebal obat di seluruh wilayah.
 



Sumber : The Associated Press



BERITA LAINNYA



Close Ads x