Kompas TV internasional kompas dunia

Afrika Terancam Kelaparan, Semakin Buruk Karena Tak Dapat Pasokan Makanan dari Ukraina

Kompas.tv - 21 Juli 2023, 11:08 WIB
afrika-terancam-kelaparan-semakin-buruk-karena-tak-dapat-pasokan-makanan-dari-ukraina
Abdikadir Omar berjalan ke tempat penampungan bersama istri dan anak-anaknya, yang melakukan perjalanan 12 hari dari Somalia untuk mencari makanan dan keamanan, ke kamp pengungsi Dadaab di Kenya utara, Kamis, 13 Juli 2023. Negara-negara Afrika terancam kekurangan pasokan makanan, terutama karena konflik Rusia dan Ukraina yang masih terus berlangsung. (Sumber: The Associated Press)
Penulis : Tussie Ayu | Editor : Iman Firdaus

DADAAB, KOMPAS.TV – Kerawanan pangan global semakin mengancam dunia, dan semakin diperparah dengan adanya ketegangan antara Rusia dan Ukraina. Rusia menarik diri dari kesepakatan untuk menjaga ekspor gandum dari Ukraina, bahkan menyerang Odesa yang merupakan kota pelabuhan untuk ekspor biji-bijian Ukraina ke berbagai negara di seluruh dunia. Ancaman kelaparan mulai terlihat di berbagai negara, terutama di negara-negara Afrika.

Abdikadir Omar terjebak di sebuah kota yang dikuasai ekstremis di Somalia selama bertahun-tahun hingga bulan Mei lalu, ketika dia akhirnya bisa melarikan diri ke Kenya untuk mencari makanan dan keamanan.

Di Kenya, dia menemukan kedamaian, namun tidak makanan. Dia berdiri di dekat jagung layu yang dia coba tanam di sekitar tempat berlindung di salah satu kamp pengungsi terbesar di dunia, Daadab.

Mereka termasuk di antara 135.000 pengungsi baru yang tiba di Dadaab dalam beberapa bulan terakhir dan akhirnya diizinkan mengakses bantuan makanan ketika pemerintah Kenya melanjutkan pendaftaran pengungsi baru.

Baca Juga: Rusia Cabut dari Kesepakatan Ekspor Biji-bijian Ukraina, Ini Dampaknya bagi Indonesia dan Dunia

Namun kini jatah makanan mereka dipotong dari 80 persen kebutuhan nutrisi harian minimum menjadi 60persen karena berkurangnya dana donor. Donor dengan cepat memunculkan kelaparan di tempat-tempat seperti Somalia, ketika Rusia mengakhiri kesepakatan biji-bijian. Pada bulan Mei, konferensi donor tingkat tinggi untuk Kenya, Somalia dan Ethiopia mengumpulkan kurang dari 3 miliar Dollar AS dari 7 miliar Dollar AS yang dibutuhkan untuk bantuan kemanusiaan.

“Kamp-kamp pengungsi seperti Dadaab, terutama di Afrika, akan mengalami pemotongan bantuan lebih lanjut karena tindakan Rusia,” ujar direktur eksekutif WFP, Cindy McCain, seperti dikutip dari Associated Press. Di bawah kesepakatan yang baru saja berakhir, World Food Programme (WFP) mendapatkan 80 persen pasokan gandum globalnya dari Ukraina.

"Akan ada kelangkaan makanan yang serius dan, dalam beberapa kasus, tapi ada juga negara yang tidak terdampak dari kejadian ini," katanya.

"Keluarga yang biasanya menyiapkan makanan tiga kali sehari, sekarang telah berkurang untuk menyiapkan makanan dua kali sehari atau bahkan satu kali makan sehari, dan itu cukup ekstrem," kepala program WFP di Dadaab, Colin Buleti. 

Satu keluarga menerima jatah bulanan berupa sorgum, beras, kacang-kacangan, jagung, dan minyak sayur, di samping bantuan tunai untuk membeli produk segar sebesar 3 Dollar AS.

Pekerja bantuan mengatakan pengurangan ransum cenderung memperburuk malnutrisi. Di salah satu daerah di Dadaab, Hagadera, sudah ditemukan 384 kasus kekurangan gizi pada paruh pertama tahun ini, menurut Komite Penyelamatan Internasional.

Bangsal malnutrisi di Hagadera dipenuhi bayi yang menangis. Dool Abdirahman, 25, tiba dengan bayi perempuannya yang kekurangan gizi pada bulan November. Keluarga tersebut melarikan diri dari Somalia ketika bayi tersebut mengalami hidrosefalus, atau penumpukan cairan di otak. 

Manajer kesehatan Komite Penyelamatan Internasional di Dadaab, Barbara Muttimos, mengatakan bahwa bahkan jatah pasta kacang padat nutrisi yang digunakan untuk merawat anak-anak yang kekurangan gizi akut dan parah, terancam akan berkurang karena dana semakin sedikit dan bertambahnya jumlah orang yang kelaparan.

Baca Juga: Rusia Gempur Odessa dan Kota Pelabuhan Selatan Lain 3 Malam Berturut-turut

Tetapi bagi ibu-ibu seperti Mabina Ali Hassan, 38, kondisi di Dadaab lebih baik daripada yang dia alami di kampung halamannya di Somalia, di mana konflik telah membuat negara itu tidak stabil selama tiga dekade terakhir.


“Saya menyesal kembali ke Somalia pada 2016 ketika saya mendengar disana sudah lebih aman,” kata ibu delapan anak itu. “Bayi ini lahir di sana dan tidak bisa mendapatkan perawatan kesehatan karena rumah sakit tidak dilengkapi peralatan.” Dia mengatakan dia kembali ke kamp pengungsi ketika putranya, yang sekarang berusia satu tahun, mengalami kekurangan gizi.

Maryan Mohamed, 30, mengatakan dia beruntung berada di antara para pengungsi yang baru terdaftar. Mantan pemilik kedai teh dan keenam anaknya tiba di Dadaab pada bulan Maret dan selama empat bulan hidup dari bantuan makanan dari teman-teman yang sudah terdaftar.
 



Sumber : Associated Press



BERITA LAINNYA



Close Ads x