SEOUL, KOMPAS.TV - Pembelot Korea Utara mengaku sedih melihat kondisi tentara Kim Jong-Un yang membantu perang Rusia melawan Ukraina di Kursk.
Wakil Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk PBB Dorothy Camille Shea mengungkapkan ke Dewan Keamanan PBB pada pekan lalu, sekitar 12.000 tentara Korea Utara dikerahkan ke Kursk, Rusia.
Sementara itu Badan Intelijen Nasional Korea Selatan (NIS) mengungkapkan sekitar 300 tentara Korea Utara di Rusia diperkirkan telah tewas dan sebanyak 2.700 lainnya terluka.
Baca Juga: Presiden Yoon Suk-Yeol Diperiksa Hari Ini, Kembali Pilih Bungkam dan Menolak Hadir untuk Ditanyai
Apa yang terjadi dengan para tentara Korea Utara itu rupanya membuat seorang pembelot sedih.
Pembelot yang diketahui sebagai Lee Cheol-eun mengaku merasa emosional melihat rekaman tentara Korea Utara yang berperang di Kursk.
“Sangat disayangkan, hanya itu yang bisa saya katakan,” ujar Lee dikutip dari ABC News, Kamis (16/1/2025).
Pria berusia 37 tahun itu bertugas di Departemen Keamanan Tentara Rakyat Korea, hingga ia kabur dari negara itu pada 2016.
Hal itu berarti ia sangat mengetahui dari siapa pun tentang harus mengikuti perintah dalam sistem yang tak dipercayainya.
“Mereka sebenarnya tidak tahu kenapa mereka harus berdarah-darah dan kehilangan nyawa di medan pertempuran, saya merasa kosong melihat mereka,” tutur Lee.
Pembelot lainnya, Jang Seyul, yang pernah bertugas di Badan Intelijen Tentara Rakyat Korea juga mengungkapkan isi hatinya melihat kondisi para tentara tersebut.
“Para tentara yang dikerahkan ke Rusia pasti menjadi salah satu yang terlatih dengan baik untuk perang modern, dan seharusnya menerima latihan adaptasi dasar saat tiba,” ujarnya.
“Faktanya, bahwa mereka didorong ke situasi di mana mereka tak memiliki pilihan untuk mati, dan itu membuat hati saya hancur,” kata Jang Seyul.
Baca Juga: Kondisi Psikologis Tentara Korea Utara di Rusia Terungkap, Ada Ketakutan Ekstrem terhadap Kematian
Menurut intelijen Korea Selatan, tentara Korea Utara yang dikirim ke Kursk diketahui sebagai Korps Badai, sebuah unit pasukan khusus.
Jang Seyul sendiri mengingat bagaimana dominannya pasukan itu dalam latihan perang gabungan.
“Orang-orang kerap menyamakan mereka dengan senjata pembunuh. Mereka menerima latihan level tinggi yang tak pernah bisa dibayangkan tentara reguler,” katanya.
Sumber : ABC News
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.