Kompas TV kolom opini

Reshuffle

Kompas.tv - 16 Juni 2022, 12:40 WIB
reshuffle
Presiden Joko Widodo seusai melantik Menteri dan Wakil Menteri untuk Kabinet Indonesia Maju Sisa Masa Jabatan Periode Tahun 2022-2024. (Sumber: Tangkapan Layar Youtube Setpres/ninuk)

Lalu, pada Rabu pahing, 17 Januari 2018, untuk ketiga kalinya Jokowi me-reshuffle kabinetnya. Saat itu, Khofifah Indar Parawansa mundur dari jabatannya sebagai Menteri Sosial karena maju dalam Pilkada Jawa Timur. Jokowi kemudian menunjuk Idrus Marham menggantikan posisi Khofifah. Ia juga menunjuk Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Moeldoko menggantikan Teten Masduki sebagai Kepala Staf Kepresidenan.

Pada 15 Agustus 2018, Jokowi me-reshuffle kabinetnya lagi. Ini perombakan keempat. Yang diganti adalah Menteri PAN-RB Asman Abnur dan digantikan Syafruddin. Asman mundur lantaran partainya, Partai Amanat Nasional (PAN) keluar dari barisan koalisi pendukung pemerintahan Jokowi-JK.

Tak lama kemudian yakni 24 Agustus 2018, Jokowi kembali melantik menteri baru, yaitu Agus Gumiwang Kartasasmita. Agus mengantikan posisi Idrus Marham sebagai Menteri Sosial lantaran terjerat masalah hukum.

Pada periode kedua pemerintahannya, dilakukan juga reshuffle. Jokowi melantik enam menteri serta lima wakil menteri baru Kabinet Indonesia Maju pada Rabu, 23 Desember 2020.

Lalu, pada Rabu Wage, 28 April 2021, Jokowi melantik dua menteri Kabinet Indonesia Maju untuk sisa masa jabatan periode tahun 2019-2024 serta satu kepala lembaga pemerintah nonkementerian.

Jadi sekali lagi, reshuffle kabinet adalah hal yang wajar, lumrah saja dalam sebuah pemerintahan. Karena itu, yang digantipun harus menerima realitas itu. Bukan setelah keluar lapangan ngomel-ngomel nggak karu-karuan, seperti yang sudah-sudah, langsung beroposisi terhadap pemerintah.

***

Bila kita bayangkan seorang presiden itu seperti  seorang pelatih sepakbola, maka ia sangat tahu yang dibutuhkan tim untuk memenangi suatu pertandingan yang menentukan. Misalnya Carlo Ancelotti pelatih Real Madrid, tahu caranya menaklukan Liverpool yang dipimpin Jurgen Klopp agar bisa merebut piala Champion.

Pep Guardiola tahu persis komposisi seperti apa yang harus disusun saat tim asuhannya Manchester City menghadapi Liverpool asuhan Jurgen Klopp, untuk merebut piala Liga Primer.  Stefano Pioli pelatih AC Milan tahu pula cara mengalahkan Inter Milan yang dipimpin Simone Inzaghi. Tapi, Inzaghi tahu juga bagaimana meredam Juventus sehingga menjadi juara Coppa Italia 2021-2022.

Kini, di saat-saat terakhir, Jokowi merombak kabinetnya lagi, meskipun tidak seperti yang diperkirakan (diharapkan) publik, tentu bukan tanpa alasan yang kuat,  tepat, dan mendesak. Ini merupakan bagian dari pertaruhan kredibilitas presiden dan trust, kepercayaan rakyat pada presiden.

Karena itu, dari kacamata positif, reshuffle ini semoga  benar-benar untuk mewujudkan arti yang sesungguhnya dari politik dan tujuan dari sebuah pemerintahan negara. Yakni menciptakan bonum commune, kesejahteraan bersama, seluruh rakyat. Bukankah itu tujuan mulia dari berpolitik. Ibarat kemenangan, dalam sepakbola.

Tentu setelah reshuffle diumumkan dan hanya dua menteri yang diganti, publik masih bertanya-tanya, “kok si anu tidak?”; “kok si una juga tidak?” Ah, itu hak prerogatif presiden.

Itulah politik. Tetapi, tempus fugit, non autem memoria, waktu terus berjalan tetapi ingatan tidak. Ingatan rakyat terhadap pemerintahan Pak Jokowi yang disebut sebagai man of the people tak akan pernah berlalu seperti waktu. ***

Sumber: triaskun.id




Sumber :


BERITA LAINNYA



Close Ads x