Kompas TV kolom opini

Persimpangan Jalan Perang Israel-Hamas

Kompas.tv - 11 Oktober 2023, 16:01 WIB
persimpangan-jalan-perang-israel-hamas
Sebuah gedung di Gaza yang meledak akibat serangan presisi Israel hari Sabtu, (7/10/2023). Militer Israel mengirimkan empat divisi pasukan serta tank ke perbatasan Gaza, bergabung dengan 31 batalyon yang sudah berada di daerah tersebut. (Sumber: AP Photo)

Serangan Hamas diduga bertujuan untuk menarik seluruh entitas politik dari kelompok hingga negara di dalam Palestina, Timur Tengah maupun global ke garis sumbu perlawanan terhadap Israel yang lebih tegas.

Hamas ingin menarik front perjuangan Palestina ke front yang lebih luas.

Baik diikuti oleh kelompok perjuangan Palestina lainnya di Tepi Barat maupun penentang Israel di kawasan seperti kelompok Hisbulah di Lebanon, Houthi di Yaman, milisi di Irak dan Suriah, dan rezim Bashar Al Assad dan tentu saja Iran. 

Serangan Hamas ke Israel  membelah pandangan sejumlah negara Arab. Qatar dan Kuwait, misalnya, bereaksi dengan menyebut Israel sepenuhnya bertanggung jawab atas eskalasi yang terjadi.

Sedangkan Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Oman minta perang segera dihentikan dan menyerukan dimulainya pembicaraan perdamaian.

Serangan Hamas juga disinyalir didesain untuk mengacaukan rencana normalisasi hubungan Israel dengan Arab Saudi yang negosiasinya digawangi Amerika Serikat.

Sebagai negara terkuat di kawasan di luar Israel, Arab Saudi adalah kekuatan kunci politik regional sekaligus kekuatan tandingan yang mampu mengimbangi pengaruh Iran di kawasan.

Dengan harapan menggagalkan normalisasi hubungan Israel-Arab Saudi maka front perlawanan Palestina menjadi status quo.

Dengan kekuatan yang tak sebanding dengan kedigdayaan militer Israel, bisa jadi target Operasi Banjir Al Aqsa sudah tercapai.

Hamas rajin mendokumentasikan video serangan dan menyebarkannya bukan tanpa maksud politis.

Ini menjadi propaganda penting bagi Hamas baik ke dalam kelompok pejuang dan pendukung Palestina maupun pesan penting kepada Israel dan sekutunya. 

Seiring langkah Israel memperketat perbatasan dan kembali mengontrol wilayah yang sempat diinfiltrasi milisi Hamas, Hamas dengan taktis diprediksi akan menegosiasikan ratusan tawanan sipil dan militer yang mereka tahan untuk mendiktekan kesepakatan.

Terlebih di antara tawanan terdapat sejumlah warga negara asing di luar Israel termasuk AS, Jerman dan Inggris.

Nasib Gaza Usai Israel Nyatakan Perang

Menanggapi serangan besar-besaran Hamas, rapat kabinet Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu langsung mendeklarasikan perang terhadap Hamas.

Netanyahu menyebut Israel akan “balas dendam besar”, termasuk akan menghancurkan sepenuhnya organisasi dan sayap militer Hamas.

Pasal 40 Undang-Undang Dasar Israel tentang deklarasi perang ini pertama kalinya diadopsi Israel sejak Perang Yom Kippur 50 tahun silam.

Alhasil, serangan balasan Israel pun langsung meluluhlantakkan sejumlah gedung di Gaza.

Militer Israel merilis gambar sejumlah gedung yang telah ditandai dan diklaim sebagai lokasi milisi Hamas. Korban sipil pun ikut berjatuhan di Gaza.

Selain menggelar serangan udara dan menggerakkan pasukannya ke perbatasan Gaza, Israel juga telah memutus pasokan listrik ke Gaza.

Selain kurang pasokan listrik, warga Gaza akan makin kesulitan mendapatkan air bersih dan bahan makanan karena sudah pasti Israel akan makin memperketat blokade wilayah Gaza dibanding  sebelumnya. 

Perang juga berpotensi berdampak pada bantuan untuk Otoritas Nasional Palestina maupun pengungsi Palestina yang banyak bergantung pada sumbangan dari Uni Eropa, Amerika Serikat dan Arab Saudi.

Solusi Tanah untuk Perdamaian Plus

Dengan serangan Hamas, jalan perdamaian Israel-Palestina kembali berada di persimpangan jalan. Siklus kekerasan seolah langgeng bahkan spiral mengembang.

Serangkaian kejadian kesewenang-wenangan aparat Israel yang berujung bentrok dengan warga Palestina, termasuk kejadian di Masjid Al Aqsa, terakumulasi menjadi sentimen anti-Israel yang terus menguat hingga menemukan momentumnya di peringatan Perang Yom Kippur. 

Tak ada jalan lain mencari jalan perdamaian selain lewat meja perundingan untuk kembali pada Solusi Dua Negara seperti yang sudah diinisiasi lewat Perjanjian Oslo.

Koeksistensi dan Solusi Dua Negara selama ini seolah fatamorgana karena tak menyelesaikan problem nyata yang melanggengkan konflik di lapangan yaitu isu pembagian tanah dan permukiman, masalah perbatasan, pembukaan blokade terutama atas Gaza, nasib pengungsi, dan status Yerusalem. 

Jika ingin roda perdamaian kembali bergulir, mutlak Israel harus duduk bersama dengan Otoritas Nasional Palestina maupun Hamas, tentu dengan kemauan politik aktor regional maupun global yang selama ini terlibat perang proksi di Timur Tengah.

Hari-hari ini perdamaian Israel-Palestina kembali berada di persimpangan jalan.




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x