Kompas TV kolom opini

"Arch of Constantine"

Kompas.tv - 24 April 2024, 20:58 WIB
arch-of-constantine
Monumen Kemenangan “Arch of Constantine” (Sumber: Erik Sadewa)

Baca Juga: Madonna della Pietà

Itulah ekspresi kemenangan, pada masa itu. Itulah wajah kepongahan kemenangan. Dan, itulah keganasan kekuasaan yang menang.

Kemenangan ini membuka jalan Konstantinus menjadi penguasa tunggal Kekaisaran Romawi. Dan, kemenangan itulah yang diabadikan dengan Monumen Kemenangan “Arch of Constantine”.

***

Tetapi, Konstantinus merasa belum cukup menyingkirkan saudara iparnya, Maxentius dan menjadi penguasa tunggal Kekaisaran Romawi Barat. Kekuasaan memang rakus. Ia seperti tikus: mengerat dan mengerat, merusak tapi sekaligus beranak pinak tak kenal waktu.

Konstantinus ingin membereskan sekaligus penguasa Kekaisan Romawi Timur yang berpusat di Nicomedia (sekarang Izmit, Turki).

Penguasa Kekaisaran Romawi Timur adalah Kaisar Valerius Licinianus Licinius, yang juga saudara tiri Konstantinus. Licinius kawin dengan Flavia Julia Constantia adik tirinya.

Konstantinus berhasil mengalahkan Licinius, dalam pertempuran di Chrysopolis (sekarang wilayah Turki), 18 September 324. Padahal, selain saudara iparnya, Licinius juga sekutu Konstantinus.

Pada tahun 313, mereka meneken Kesepakatan Milan (313). Lewat perjanjian ini mereka sepakat mengakhiri persekusi terhadap umat Kristiani, menjamin kebebasan beragama dan mendirikan tempat ibadah serta mengembalikan harta gereja yang disita negara.

Tapi seperti kata Paus Fransiskus, kelaparan dan keserakahan kekuasaan akan membuat manusia tega menghancurkan manusia lain. Licinius menjadi korban kehausan dan kelaparan kekuasaannya Konstantinus.

Seperti biasa, korban utama dari keserakahan manusia ini adalah yang lemah dan rentan. Di mana-mana, yang tak berdaya menjadi korban yang berdaya. Yang tak punya kuasa, menjadi korban yang berkuasa, menjadi tumbal yang punya kuasa.

***

Baca Juga: Jokowi Lantik 12 Duta Besar LBBP, Ada Teuku Faizasyah hingga Trias Kuncahyono

Begitulah tabiat kekuasaan. Kekuasaan selalu memiliki banyak wajah. Kekuasaan bisa berwajah lembut memesona tapi juga garang menakutkan; bisa pula gagah memikat hati tapi bisa memuakkan.

Dan, siang itu kami memandang Monumen Kemenangan yang berdiri kokoh menerjang zaman; sekaligus yang sejatinya adalah lambang kerakusan, kehausan, dan kelaparan kekuasaan seorang kaisar di masa Imperium Romanum, Kekaisaran Romawi. ***




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x