Kompas TV lifestyle tren

Apa Itu Serangan Fajar dalam Pemilu? Ini Hukum Memberi dan Menerima Politik Uang dalam Islam

Kompas.tv - 13 Februari 2024, 11:24 WIB
apa-itu-serangan-fajar-dalam-pemilu-ini-hukum-memberi-dan-menerima-politik-uang-dalam-islam
Hukum serangan fajar atau uang politik dalam pemilu (Sumber: Kompas.com)
Penulis : Dian Nita | Editor : Vyara Lestari

Syekh Khatib Asy-Syirbini dalam kitab Mughni Muhtaj mengatakan, dalam ilmu fikih, suap atau risywah didefinisikan sebagai tindakan memberi sesuatu kepada orang lain dengan tujuan agar dia melakukan sesuatu yang tidak adil atau tidak benar. 

الرشوة هي ما يبذل للغير ليحكم بغير الحق أو ليمتنع من الحكم بالحق  

Artinya: "Suap adalah pemberian sesuatu kepada orang lain agar dia memutuskan perkara dengan tidak adil atau agar dia tidak memutuskan perkara dengan adil." (Asy-Syirbini, Mughni Muhtaj, jilid VI, halaman 288).  


Dengan kata lain, suap adalah memberi sesuatu agar seseorang memutuskan sesuatu dengan tidak adil.

Sementara serangan fajar bisa dianggap suap karena bertujuan agar rakyat tidak memilih pemimpin dengan objektif.

Serangan fajar ingin rakyat memilih pemimpin berdasarkan apa yang diberikan saat serangan fajar, bukan integritas dan kompetensi pemimpin.

Baca Juga: Apa Saja yang Dipilih dalam Pemilu 2024? Ini 5 Warna Surat Suara dan Perbedaannya

Hukum Serangan Fajar Menurut UU

Ada beberapa orang yang berpikir uang serangan fajar boleh diambil begitu saja meski tidak memilih orang tertentu saat pencoblosan.

Akan tetapi, dalam perundang-undangan yang berlaku, hukum serangan fajar jelas dilarang. Bahkan, ada hukum pidana yang menanti apabila memberi dan atau menerima praktik ini.

Hukum serangan fajar dalam Pemilu tercantum dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Pasal 515 UU Pemilu menyatakan, orang yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang/materi lain saat pemungutan suara kepada pemilih agar tidak menggunakan hak pilihnya, memilih peserta pemilu tertentu, atau membuat surat suaranya tidak sah, akan dipidana penjara maksimal tiga tahun dan denda maksimal Rp36.000.000.

Pasal 523 ayat (2) menyatakan setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu yang sengaja menjanjikan atau memberikan imbalan kepada pemilih pada masa tenang akan dipidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp48.000.000.

Sementara Pasal 523 ayat (3) menyatakan setiap orang yang sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lain agar pemilih tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu dipidana penjara paling lama tiga tahun dan denda maksimal Rp36.000.000



 




Sumber : Kompas TV/NU Online


BERITA LAINNYA



Close Ads x