JAKARTA, KOMPAS.TV - Hari ini 17 tahun yang lalu, 7 September 2004, pembela Hak Asasi Manusia (HAM) Munir Said Thalib dibunuh di pesawat Garuda Indonesia tujuan Belanda, dengan nomor penerbangan GA 974.
Meski pilot dan penanggung jawab Garuda Indonesia, Pollycarpus Budihari Priyanto dan Indra telah divonis, namun hingga kini, pembunuhan Munir belum diungkap.
Padahal, temuan Tim Pencari Fakta (TPF) dan fakta persidangan menyebutkan ada dugaan keterlibatan intelijen negara dalam peristiwa tragis itu.
Namun, anehnya, dokumen TPF itu hilang dan tidak ada di Kementerian Sekretariat Negara.
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) sudah menggugat keterbukaan informasi TPF hingga Mahkamah Agung, tetapi ditolak.
Akhirnya penegakan hukum tidak tuntas sampai ke akarnya. Hanya eksekutor dan perantara yang diproses hukum.
Baca Juga: 17 Tahun Pembunuhan Munir, Masyarakat Sipil Kembali Desak Presiden Usut Aktor Intelektual
Seperti diberitakan, Munir meninggal dalam perjalanan 12 jam dari Jakarta ke Bandara Schiphol, Belanda.
Tiga jam setelah pesawat Garuda Indonesia lepas landas dari Singapura, Munir mengeluh sakit dan bolak-balik ke toilet.
Pilot Pantun Matondang kemudian meminta awak kabin terus memonitor kondisi Munir. Dia dipindahkan ke sebelah penumpang yang berprofesi sebagai dokter.
Nahas, dua jam sebelum mendarat, Munir telah meninggal.
Dua bulan setelah kematian Munir, Kepolisian Belanda mengungkap bahwa Munir tewas akibat diracuni.
Hal tersebut diketahui setelah dokter forensik National Forensic Institute (NFI) Belanda, menemukan racun arsenik dalam jumlah yang signifikan pada tubuh Munir.
Sumber : Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.