Kompas TV nasional hukum

Surat Perjanjian Kerangkeng Bupati Langkat, Keluarga Diminta Tak Menutut jika Penghuni Meninggal

Kompas.tv - 31 Januari 2022, 10:08 WIB
surat-perjanjian-kerangkeng-bupati-langkat-keluarga-diminta-tak-menutut-jika-penghuni-meninggal
Kerangkeng Manusia di rumah Bupati Langkat non-aktif Terbit Rencana Perangin-angin. (Sumber: Dok. Polda Sumut via KOMPAS.com)
Penulis : Hedi Basri | Editor : Purwanto

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pihak keluarga diminta menandatangani surat perjanjian saat hendak memasukkan anggota keluarga mereka ke kerangkeng manusia milik Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin-Angin.

Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi Pasaribu mengatakan, salah satu poin dalam surat perjanjian yakni keluarga tak boleh menjemput penghuni selama batas waktu yang ditentukan.

Poin surat itu juga menekankan, pihak keluarga tak akan menuntut jika anggota keluarga mereka sakit atau meninggal dunia. 

"Bahwa tak boleh dijemput, harus di situ satu setengah tahun dan bahkan jika sakit dan meninggal tidak bertanggung jawab dan dinyatakan dalam surat pernyataan tersebut pihak keluarga tidak akan menuntut apa pun," kata Edwin saat konferensi pers di Medan pada Sabtu (29/1/2022). 

"Jadi, hal-hal tersebut menurut kami cukup menjadi satu petunjuk yang mengarah pada perdagangan orang," tambah Edwin.

Kata Edwin, tersebut ditandatanagani di atas materai oleh pengurus sel dan pihak keluarga penghuni kerangkeng. 

Baca Juga: Komnas HAM Segera Periksa Bupati Langkat Terkait Kerangkeng Manusia

Edwin juga menyebut, pernah ada penghuni yang meninggal saat mendekam di dalam kerangkeng milik Bupati Terbit. 

Informasi ini berdasarkan aduan warga Langkat yang seorang anggota keluarganya meninggal saat berada di kerangkeng itu. 

Aduan tersebut mengungkap bahwa keluarganya tak boleh dijemput di kerangkeng. Korabn yang kemudian meningal itu harus tetap berada di kerangkeng.

"Dan bahkan jika sakit dan meninggal tidak bertanggung jawab dan dinyatakan dalam surat pernyataan tersebut pihak keluarga tidak akan menuntut apa pun," kata Edwin. 

Peristiwa itu terjadi pada 2019. Kala itu, keluarga mendatangi sel untuk menjemput korban, jenazah sudah dalam keadaan dimandikan dan dikafani untuk segera dikebumikan. 

"Dari pengakuan keluarga, korban meninggal karena alasan sakit asam lambung. Setelah satu bulan berada di dalam, pihak pengelola rutan menelepon bahwa keluarganya meninggal dengan alasan sakit. Namun, pihak keluarganya mencurigai ada kejanggalan kematian keluarganya," terangnya.

"Jadi hal-hal tersebut menurut kami cukup menjadi satu petunjuk yang mengarah pada perdagangan orang."

Temuan Komnas HAM

Sebelumnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendalami kasus kerangkeng manusia di rumah Terbit Rencana Peranginangin.

Setelah beberapa hari melakukan investigasi langsung di Langkat, Komnas HAM menghasilkan temuan mengejutkan. Setidaknya pernah terjadi kasus kekerasan yang mengakibatkan kematian di kerangkeng manusia tersebut.

Keterangan ini disampaikan Anggota Komnas HAM Choirul Anam melalui pernyataan video yang diterima Kompas TV, Minggu (30/1/2022).

"Jadi firm kekerasan terjadi di sana. Korbannya banyak. Termasuk di dalamnya kekerasan yang menyebabkan hilangnya nyawa dan hilangnya nyawa ini lebih dari satu korbannya," tutur Choirul.  

Menurut Choirul, keterangan saksi soal adanya kekerasan yang menghilangkan nyawa ini, merupakan informasi yang solid. Bukan cuma dari satu, namun juga dari beberapa pihak yang dikonfirmasi oleh Komnas HAM.

"Kami sudah mendalami. Informasi kami dalami dari berbagai pihak yang itu mengatakan bahwa memang kematian tersebut disebabkan tindak kekerasan," tuturnya.

Baca Juga: Ada Temuan Korban Tewas di Kerangkeng Bupati Langkat, Komnas HAM Sebut Lebih dari 1 Orang

Selain itu, Komnas HAM bahkan mendapatkan informasi juga dari saksi mengenai bagaimana kondisi para korban. 

Komnas HAM juga mendapatkan informasi mengenai siapa pelaku kekerasan, dan bagaimana kekerasan tersebut dilakukan.

"Kami temukan pola dari kekerasan itu berlangsung. Siapa pelakunya, bagaimana caranya, menggunakan alat atau tidak, itu juga kami temukan," tuturnya. 

Bahkan, sambung Choirul, terdapat istilah-istilah yang digunakan di dalam lingkungan kerangkeng manusia itu saat kekerasan dilakukan

"Istilah-istilah yang digunakan ketika kekerasan berlangsung, seperti mos dan das, atau dua setengah kancing. Ada istilah begitu yang digunakan dalam konteks penggunaan kekerasan," paparnya.

Saat ini, Komnas HAM sudah menyampaikan temuan itu ke Polda Samatera Utara.

Menurut Choirul, pihak Polda pun ternyata sudah menemukan dan sedang mendalami hal yang sama yaitu penggunaan kekerasan yang mengakibatkan kematian di kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat.

"Kami sudah menyampaikan ini ke pihak Polda. Ternyata pihak Polda mendalami hal yang sama soal kekerasan sama, soal hilangnya nyawa sama," tegas Choirul. 

Karena itu, Komnas HAM menyatakan kasus tersebut nantinya akan ditangani langsung atau dibawa ke proses hukum oleh Polda Sumatera Utara.

Baca Juga: Komnas HAM Temukan Pernah Ada Pembunuhan di Kerangkeng Manusia Bupati Langkat




Sumber : Kompas TV/kompas.com


BERITA LAINNYA



Close Ads x