Kompas TV nasional sosial

KPK Identifikasi Munculnya Potensi Korupsi di Program Pencegahan Stunting, Ini Hasilnya

Kompas.tv - 22 Februari 2022, 22:22 WIB
kpk-identifikasi-munculnya-potensi-korupsi-di-program-pencegahan-stunting-ini-hasilnya
Logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung KPK (Sumber: KOMPAS.com/DYLAN APRIALDO RACHMAN)
Penulis : Johannes Mangihot | Editor : Gading Persada

JAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengidentifikasi sejumlah potensi tindak pidana korupsi dalam program pencegahan kekerdilan pada anak atau stunting di tahun 2022.

Direktur Koordinasi Supervisi Wilayah III KPK Brigjen Pol Bahtiar Ujang Purnama menjelaskan potensi tindak pidana korupsi tersebut bisa terjadi mulai dalam tahap pengadaan hingga kegiatan di lapangan. 

Mulai dari distribusi, pelaksanaan intervensi program percepatan penurunan stunting, identifikasi ketepatan sasaran penerima manfaat program tersebut.

Baca Juga: KPK Sita Harta Bupati Probolinggo Non Aktif Senilai Rp50 Miliar

Kemudian potensi risiko korupsi juga muncul berupa indikasi kegiatan fiktif, baik di level pemerintah pusat, provinsi, kabupaten dan kota maupun kelurahan atau desa. 

"Lalu, pada duplikasi anggaran dalam percepatan program stunting," ujar Bahtiar Selasa (22/2/2022).

Bahtiar menambahkan identifikasi KPK ini sebagai fungsi pencegahan tindak pidana korupsi dalam percepatan penurunan stunting.

Terlebih Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin memasang target penurunan prevalensi stunting secara nasional menjadi 14 persen pada 2024, kemudian menjadi nol persen pada 2030.

Baca Juga: Belasan Anak di Kelurahan Telaga Biru Banjarmasin Alami Stunting

Dalam rapat koordinasi dukungan informasi program percepatan penurunan stunting di pemerintah daerah secara virtual, KPK juga meminta penjelasan dari para pihak terkait kemajuan program di bawah koordinasi Wapres Ma'ruf Amin selaku Ketua Pengarah Tim Percepatan Penurunan Stunting, khususnya yang telah berjalan di Pemda.

Di kesempatan yang sama, Deputi Bidang Pembangunan Manusia Masyarakat dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas Subandi Sardjoko mengakui pengawasan KPK sangat diperlukan agar percepatan penurunan stunting ini berjalan dengan baik dan benar-benar sampai ke masyarakat.

Mengingat anggaran program ini sangat besar. Di awal program 2018, dana untuk program tersebut dianggarakan sebesar Rp24 triliun. 

Baca Juga: Puan Singgung Milenial soal Pernikahan Jangan Hanya Mikir Prewedding, Edukasi Stunting juga Penting

Lalu menjadi Rp29 triliun pada 2019, Rp39,8 triliun pada 2020, dan Rp35,3 triliun pada tahun 2021. 

"Kami perlu kerja sama dengan KPK karena alokasi dana besar dan sasaran lokasinya luas. Kami berharap alokasi ini tepat sasaran," ujar Subandi.

Sementara itu, Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Bappenas Pungkas Bahjuri Ali menjelaskan, pihaknya melakukan penandaan anggaran (budget tagging). 

Tujuannya untuk melacak kegiatan dan mengawasi hasilnya, sehingga bisa meningkatkan kinerja anggaran. 

Baca Juga: Jangan Remehkan Dampak Jangka Panjang Stunting, Simak Penyebab dan Langkah Pencegahan

"Tagging dilakukan pada keluaran kementerian lembaga yang sensitif, spesifik, serta yang berupa pendampingan, koordinasi, dan dukungan teknis," ujarnya.

Kasus Stunting masih tinggi

Dalam diskusi KPK juga mempertanyakan strategi khusus untuk mempercepat penurunan stunting di sejumlah provinsi yang tingkat prevalensi stunting masih di atas 30 persen.

Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Sekretaria Wakil Presiden (Setwapres) Suprayoga Hadi menjelaskan Presiden Jokowi telah memerintahkan langsung adanya perhatian khusus bagi tujuh provinsi, dengan tingkat prevalensi stunting masih tinggi.

Baca Juga: BKKBN sebut Calon Pengantin Punya Peran Penting dalam Pencegahan Stunting dan Gizi Buruk pada Anak

Tujuh provinsi tersebut yakni yaitu Nusa Tenggara Timur , Sulawesi Barat, Aceh, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Barat.

Menurutnya, upaya percepatan di sana harus lebih istimewa, lebih extraordinary. Di sisi lain pihaknya juga merinci ada lima provinsi dengan jumlah kasus stunting besar, karena penduduknya padat. Seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, dan Sumatera Utara. 

"Jadi 12 provinsi itu yang perlu diberi penekanan khusus pada 2022 hingga 2024," ujarnya. 

Suprayoga juga menjelaskan sejak program ini dimulai pada 2018, tim percepatan penurunan stunting sudah berhasil menurunkan prevalensi stunting pada 2021 menjadi 24 persen, dari angka awal di atas 27 persen. 

Baca Juga: Guru PAUD dan TK Berjuang Atasi Gizi Buruk pada Anak dengan Program RANTANG

Menurutnya program tersebut dijalankan di setiap daerah dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pelaporan tiap daerah. 

"Kami juga mempunyai tim percepatan penurunan stunting dari level provinsi, kabupaten, hingga desa," ujar Suprayoga. 
 




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x