Kompas TV nasional politik

Yusril Respons Ditolaknya Gugatan Presidential Threshold: MK Telah Berubah Jadi Penjaga Oligarki

Kompas.tv - 8 Juli 2022, 10:54 WIB
yusril-respons-ditolaknya-gugatan-presidential-threshold-mk-telah-berubah-jadi-penjaga-oligarki
Yusril Ihza Mahendra (Sumber: Tribunnews.com)
Penulis : Tito Dirhantoro | Editor : Edy A. Putra

JAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra merespons Mahkamah Konstitusi yang sudah berulang kali menolak gugatan mengenai ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen.

Diketahui, PBB dan para anggota DPD melayangkan permohonan uji materi terhadap Pasal 222 Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).


Baca Juga: Pengamat Ungkap Nama-Nama Cawapres untuk Dampingi 3 Kandidat Capres, Sosok Ini Punya Pemilih Besar

MK menyatakan permohonan para anggota DPD tidak punya kedudukan hukum atau legal standing, maka dinyatakan tidak dapat diterima.

Padahal, kata Yusril, PBB punya legal standing tetapi permohonannya ditolak seluruhnya.

Dengan ditolaknya permohonan PBB dan para anggota DPD ini, kata Yusril, maka demokrasi di Indonesia kini semakin terancam dengan munculnya oligarki kekuasaan.

Yusril menuturkan, calon presiden dan wakil presiden yang muncul hanya itu-itu saja dari kelompok kekuatan politik besar di DPR, baik sendiri atau secara gabungan mempunyai 20 persen kursi di DPR.

Yusril menilai itu merupakan hal yang paling aneh dalam demokrasi. Sebab, calon presiden atau capres yang maju Pilpres 2024 nanti adalah calon yang didukung oleh parpol berdasarkan threshold hasil Pileg 5 tahun sebelumnya.

Baca Juga: Saat Fadli Zon Jadi Saksi Meringankan Bahar Smith di Kasus Penyebaran Hoaks Penyiksaan Laskar FPI

Padahal, dalam lima tahun itu, kata dia, para pemilih dalam Pemilu sudah berubah, formasi koalisi dan kekuatan politik juga sudah berubah. Namun, sambung Yusril, segala keanehan ini tetap ingin dipertahankan MK.

“MK bukan lagi the guardian of the constitution (penjaga konstitusi, red) dan penjaga tegaknya demokrasi, tetapi telah berubah menjadi the guardian of oligarchy (penjaga oligarki)," kata Yusril lewat keterangan resminya yang dikutip pada Jumat (8/7/2022).

Menurut Yusril, peristiwa Ini merupakan sebuah tragedi dalam sejarah konstitusi dan perjalanan politik bangsa Indonesia.

Lebih lanjut, Yusril menepis argumentasi MK yang selalu mengemukakan argumen bahwa norma Pasal 222 itu adalah untuk memperkuat sistem presidensial.

Baca Juga: Menyerahkan Diri, Anak Kiai Jombang Tersangka Pencabulan Langsung Dijebloskan ke Rutan Medaeng

Padahal, kata Yusril, executive heavy yang ada dalam UUD 1945 sebelum diamandemen, sudah sejak lama ditentang.

Menurut Yusril, UUD 1945 pasca amandemen justru menciptakan check and balances antarlembaga negara.

Tidak ada hubungan korelatif antara presidential threshold dengan penguatan sistem presidensial sebagaimana selama ini didalilkan MK.

"Politik begitu dinamis. Oposisi bisa berubah menjadi partai pendukung pemerintah hanya dalam sekejap," ucap Yusril.

Ia pun mengatakan Pasal 222 UU Pemilu merupakan kebijakan terbuka atau open legal policy, bahwa presiden dan DPR tidak dapat dinilai oleh MK.

Baca Juga: MK Tolak Gugatan Presidential Threshold 20 Persen Yusril Ihza Mahendra dan La Nyalla

“Meskipun itu open legal policy, saya berpendapat MK tetap berwenang untuk menguji apakah open legal policy yang dihasilkan sejalan dengan norma konstitusi atau tidak," kata Yusril.

"Saya telah membantah seluruh argumentasi hukum MK tersebut, namun sampai saat ini MK tetap kukuh dengan pendiriannya bahwa Pasal 222 UU Pemilu adalah open legal policy yang konstitusional."

Karena itu, Yusril memandang MK tidak seharusnya kukuh dengan pendapatnya tersebut, karena zaman terus berubah dan argumen hukum juga terus berkembang.

"Dalam fiqih, tokoh sekaliber Imam Syafii (767-820 M) saja bisa mengubah pendapat hukumnya dengan merumuskan qaul jadid atau pendapat baru," ujarnya.

Baca Juga: MK Tolak Seluruhnya Gugatan UU Pemilu yang Diajukan Ketum Partai Gelora Anis Matta

"Dan meninggalkan qaul qadim atau pendapat terdahulu karena situasi atau ratio legis yang mendasari lahirnya sebuah norma hukum telah berubah."

Termasuk MK, kata Yusril, tidak seharusnya mempertahankan sikapnya yang kaku dan banyak dikritik para akademisi.

"Sehingga terkesan jumud dengan perubahan hukum yang terjadi begitu cepatnya dalam masyarakat kita," kata Yusril.

Baca Juga: Tok! MK Tolak Seluruhnya Uji Materi UU Cipta Kerja tentang Jaminan Hari Tua

 




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x