Kompas TV nasional politik

Anggota Komisi III: Pasal di RKUHP Tak Akan Mengancam Kebebasan Pers

Kompas.tv - 20 Juli 2022, 15:51 WIB
anggota-komisi-iii-pasal-di-rkuhp-tak-akan-mengancam-kebebasan-pers
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Benny K Harman (Sumber: Kompas.com )
Penulis : Fadel Prayoga | Editor : Purwanto

JAKARTA, KOMPAS TV - Anggota Komisi III DPR RI Benny K. Harman menyebut, pasal-pasal dalam draf Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) tak akan mengancam kebebasan pers.

Ia memastikan insan media nantinya tetap pada prinsip menjamin dan mengawal kebebasan hak untuk menyatakan pendapat sebagai hak atas kebebasan pers.

Baca Juga: Draf RKUHP Terbaru Belum Dibuka ke Masyarakat, Surat Permohonan KIP Dilayangkan ke DPR

“Rekan-rekan pers tidak perlu khawatir. KUHP nantinya tetap akan diberlakukan sebagai UU yang bersifat umum sedangkan UU Pers bersifat khusus. Kalau bersifat khusus, maka UU Pokok pers tetap dijadikan acuan. Ketentuan terkait tugas-tugas jurnalistik dalam KUHP sebetulnya dalam konteks penegasan UU Pokok Pers. Jadi, ketentuan dalam UU Pokok Pers sangat bagus untuk melindungi dan mengawal hak-hak kebebasan pers yang diatur dalam KUHP sebagaimana dijamin konstitusi,” kata Benny seperti dikutip dari laman dpr.go.id, Rabu (20/7/2022). 

Politikus Partai Demokrat itu mengimbau agar masyarakat hendaknya mendukung pembahasan dan penyelesaian termasuk pengesahan KUHP.  

Hal ini mengingat, sudah 70 tahun lebih yang berlaku adalah KUHP warisan kolonial. Sehingga pikiran, prinsip, filosofi yang ada di alam pemerintahan kolonial yang mewarnai KUHP saat ini. 

Oleh karena itu, ia meminta kepada rakyat untuk mendukung RUU KUHP karena masih ada rumusan yang masih perlu diperbaiki.

Sementara itu Ketua Komisi Pendataan, Kajian dan Ratifikasi Pers Dewan Pers Ninik Rahayu menyatakan pihaknya sangat berkepentingan melakukan pengawalan terhadap perubahan atas RUU KUHP sebagaimana mandat UU Nomor 40 Tahun 99 Tentang Pers. 

Oleh sebab itu ada beberapa rekomendasi Dewan Pers, salah satunya soal proses. Dewan Pers mengharapkan proses transparansi dan akuntabilitas serta partisipatif bermakna.

 “Dewan Pers berharap sistem pidana dan pemidanaan tidak lagi multitafsir. Tujuan dibentuknya hukum adalah memberikan kepastian, memberikan perlindungan dan tidak lagi berisi pasal-pasal karet yang selama ini cukup berimplikasi negatif terhadap rekan-rekan jurnalis akibat UU ITE. Kami ingin mendudukkan bahwa kasus-kasus pers itu diselesaikan oleh dewan pers bukan dengan cara pidana,” kata dia.

Sebelumnya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menilai 14 pasal dalam draf RKUHP akan mengancam kebebasan pers.

Menurut Ketua AJI Indonesia Sasmito Madrim, melalui pasal-pasal tersebut pekerjaan jurnalis menjadi berisiko untuk dipidanakan.

"Pasal-pasal itu membuat pekerjaan jurnalis berisiko tinggi karena terlihat dengan mudah untuk dipidanakan," kata Sasmito dalam keterangan tertulis yang diterima KOMPAS.TV, Jumat (24/6/2022).

Lebih lanjut, Sasmito menyebut 14 pasal yang mengancam kebebasan pers, antara lain Penyerangan Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden: Pasal 218 dan Pasal 220; Tindak Pidana Terhadap Ketertiban Umum Bagian Penghinaan terhadap Pemerintah: Pasal 240 dan Pasal 241; Tindak Pidana Terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara: Pasal 353 dan Pasal 354.

Kemudian Tindak Pidana Penghinaan: Pasal 439; Penodaan Agama: Pasal 304; Tindak Pidana terhadap Informatika dan Elektronika: Pasal 336; Penyiaran Berita Bohong: Pasal 262, Pasal 263, dan Pasal 512; Gangguan dan Penyesatan Proses Peradilan: Pasal 281; Pencemaran Orang Mati: Pasal 445.

"Pasal-pasal di atas mengatur tindakan-tindakan yang merupakan karakter dari pekerjaan jurnalis, yaitu 'menginformasikan kepada khalayak luas'. Pasal ini akan dengan mudah dipakai oleh orang yang tidak suka kepada jurnalis untuk memprosesnya secara hukum, dengan dalih yang mungkin tidak kuat dan gampang dicari," lanjut Sasmito.

Baca Juga: Azyumardi Azra: Pasal-Pasal di RKUHP Banyak yang Mencerminkan Neokonservatisme

Permintan ini juga dilakukan karena AJI tidak ingin pasal-pasal penghinaan terhadap presiden terulang kembali pada masa mendatang.

"Sebagai contoh, pada 2003, Redaktur Eksekutif Harian Rakyat Merdeka Supratman divonis enam bulan penjara dengan masa percobaan 12 bulan dalam kasus pencemaran nama baik Presiden Megawati Soekarnoputri," ujarnya.



Sumber : Kompas TV



BERITA LAINNYA



Close Ads x