JAKARTA, KOMPAS.TV - Calon wakil presiden, Mahfud MD, menegaskan bahwa batas kekuasaan sesuai konstitusi tidak bisa diubah untuk mengikuti keinginan “orang baik.” Pasalnya, konstitusi berfungsi untuk membatasi kekuasaan dan Indonesia adalah negara demokrasi konstitusional.
Hal tersebut disampaikan Mahfud menanggapi pertanyaan Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Muhammadiyah Jakarta Ibnu Sina Chandranegara.
Ibnu Sina adalah salah satu panelis dalam acara “Dialog Terbuka Capres-Cawapres” yang menghadirkan pasangan calon Ganjar Pranowo-Mahfud MD di Universitas Muhammadiyah Jakarta, Kamis (23/11/2023).
Baca Juga: Cak Imin Sebut Situasi Demokrasi di Indonesia Saat Ini Mirip Orde Baru: Kita Benahi UU ITE Segera
Ibnu Sina bertanya kepada Mahfud tentang Undang-Undang ASN, independensi peradilan dan aparat penegak hukum (APH), serta penegakan hukum yang terpolitisasi karena penegakan hukum terkesan tebang-plih.
Mahfud pun mengakui bahwa terdapat konflik kepentingan dan kekuasaan eksesif yang membuat Indeks Persepsi Korupsi Indonesia anjlok belakangan ini. Namun, pengajar Universitas Islam Indonesia itu menegaskan hukum Indonesia sebagai pembatas kekuasaan harus ditaati.
"Konstitusi itu sebenarnya isinya adalah membatasi, membatasi kekuasaan, membatasi lingkupnya. Artinya, lingkup kekuasan dibagi-bagi, legislatif, eksekutif, yudikatif, pusat-daerah,” kata Mahfud.
"Lalu dibatasi waktunya, harus ada periode tertentu, lima tahun, diperpanjang lima tahun. Oleh sebab itu, sebaik apa pun seseorang, kalau sudah dua periode, tidak boleh lagi (berkuasa) dengan alasan dia masih baik, masih dibutuhkan.”
"Enggak bisa. Nanti kalau dituruti, akan ada orang baik lagi yang akan datang minta diperpanjang lagi. Oleh sebab itu, batasan waktu dan lingkup harus ketat,” tegas Mahfud.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI itu juga mengakui bahwa UU ASN problematik. Namun, Mahfud menyebut sejumlah jabatan sipil perlu dijabat TNI yang dinilai berkarakter tegas.
"Soal UU ASN itu memang problematik. Dulu zaman reformasi itu TNI/Polri dipisah, sudah, kemudian TNI kembali ke barak, tidak boleh masuk lagi ke jabatan sipil,” kata Mahfud.
"Tapi dalam jabatan-jabatan tertentu kadang diperlukan, lho. Oleh sebab itu dalam UU diberi peluang, bukan diharuskan,” lanjutnya.
Mahfud menambahkan, dibolehkannya TNI/Polri menjabat jabatan sipil hanya untuk 10 lembaga sipil. Ia menyebut kebijakan itu bisa dicabut di kemudian hari.
"Itu kan soal kesepakatan saja, pilih DPR-nya yang cocok dengan aspirasi Saudara, pilih presidennya yang cocok dengan aspirasi Saudara. Itu semua diolah pasti. Tidak ada sesuatu yang berlaku abadi dalam hukum,” kata Mahfud.
Baca Juga: Ditanya Soal Imbauan Boikot Produk Terafiliasi Israel, Begini Jawaban Anies Baswedan
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.