Kompas TV nasional peristiwa

Kejagung: Kasus Kekerasan Seksual Tidak Boleh Damai

Kompas.tv - 1 Desember 2023, 22:50 WIB
kejagung-kasus-kekerasan-seksual-tidak-boleh-damai
Ilustrasi korban penganiayaan pemukulan pada perempuan. Pelecehan seksual pemerkosaan pencabulan kekerasan anak (Sumber: Envato)
Penulis : Iman Firdaus | Editor : Gading Persada

JAKARTA, KOMPAS.TV- Jaksa Utama Muda pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Robert Parlindungan Sitinjak mengatakan penanganan kasus kekerasan seksual tidak boleh diselesaikan secara damai.

"Tidak boleh (damai)," ujar Robert Parlindungan Sitinjak di Jakarta, Jumat (1/12/2023).

Hal itu, menurutnya, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Untuk itu, kata dia, proses hukum kasus-kasus kekerasan seksual harus mengacu pada UU TPKS sehingga pelaku mendapatkan sanksi hukum, korban bisa direhabilitasi, dan mendapatkan uang restitusi.

Baca Juga: Kronologi Dugaan Kekerasan Seksual Mahasiswa UNY di Yogyakarta yang Ternyata Hoaks

"UU TPKS ini membantu. Di samping pelakunya dihukum, korbannya dapat rehabilitasi, bahkan dapat uang restitusi ganti rugi supaya dia bisa kembali ke kehidupannya," kata Robert dikutip dari Antara. 

Ia menambahkan UU TPKS telah berlaku sejak disahkan pada 9 Mei 2022, meskipun peraturan turunannya belum terbit.

Namun demikian, diakuinya, implementasi dari UU TPKS tersebut masih rendah.


"Iya masih rendah. Karena kita berbenturan dengan budaya, masih pakai prinsip-prinsip adat istiadat," kata Robert yang mantan Asisten Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) periode 2021 - 2023.

Sementara saat ini proses penyusunan dan pembentukan peraturan turunan UU TPKS sudah memasuki tahapan akhir menuju penetapan dan pengundangan.

Baca Juga: Kasus Dugaan Kekerasan Seksual Bupati Maluku Tenggara, Menteri PPPA: UU TPKS Tidak Ada Kata Damai

Pemerintah menyepakati pembentukan tiga Peraturan Pemerintah (PP) dan empat Peraturan Presiden (Perpres), dimana lima peraturan diprakarsai oleh Kementerian PPPA dan dua lainnya diprakarsai oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.



Sumber : Antara



BERITA LAINNYA



Close Ads x