Kompas TV nasional hukum

7 PPLN Didakwa Lakukan Tindak Pidana Pemilu, Palsukan Data dan Daftar Pemilih di Kuala Lumpur

Kompas.tv - 13 Maret 2024, 22:41 WIB
7-ppln-didakwa-lakukan-tindak-pidana-pemilu-palsukan-data-dan-daftar-pemilih-di-kuala-lumpur
Enam anggota nonaktif Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan surat dakwaan dugaaan tindak pidana pemilihan umum (Pemilu) terkait penambahan data Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Kuala Lumpur, Malaysia di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (13/3/2024). (Sumber: KOMPAS.com/IRFAN KAMIL)
Penulis : Johannes Mangihot | Editor : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS.TV - Tujuh anggota nonaktif Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) didakwa melakukan tindak pidana Pemilu dalam Pemilu 2024 di Kuala Lumpur, Malaysia. 

Tujuh terdakwa tindak pidana Pemilu yakni, Ketua PPLN Kuala Lumpur Umar Faruk dan enam anggota PPLN Lainnya antara lain Tita Octavia Cahya Rahayu berstatus mahasiswa dan Dicky Saputra. 

Kemudian, dua orang dosen bernama Aprijon dan Puji Sumarsono,  A Klalil seorang wiraswasta yang bertugas sebagai Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu, serta seorang dosen bernama Masduki Khamdan Muchamad yang sempat masuk DPO Bareskrim Polri. 

JPU pada Kejaksaan Agung menilai para terdakwa telah sengaja melakukan perbuatan melawan hukum dengan memalsukan data dan daftar pemilih luar negeri Pemilu 2024 di Kuala Lumpur, Malaysia.

Perbuatan para terdakwa ini diawali saat menerima Data Penduduk Potensial Pemilin (DP4) dari KPU RI pada minggu kedua bulan Februari 2023.

Baca Juga: Bareskrim Polri Ungkap Satu Tersangka PPLN Kuala Lumpur yang Buron Menyerahkan Diri

Data yang didapat itu sejumlah 493.856 pemilih dan selanjutnya dilakukan pencocokan dan penelitian data (Coklit), namun data tersebut tidak lengkap. 

Alhasil PPLN mengirim surat ke Kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur untuk meminta data WNI di Kuala Lumpur dari Atase Ketenagakerjaan dan Atase Keimiarasian /Sistem Informasi Manajeman Keimigrasian (SIMKIM).

Dari sana didapat 2 ribuan data WNI untuk dilakukan disinkronkan dengan nama-nama di DP4 yang tidak lengkap, alamat dan nomor telepon. 

Selanjutnya hasil sinkronisasi itu diserahkan kepada Pantarlih untuk dilakukan Coklit yang dilakukan dengan cara menelepon nomor telepon dari data yang terdapat di DP4 tersebut untuk ditanyakan identitasnya. 

"Bahwa dari DP4 sebanyak 493.856 pemilih, Daftar Pemilih yang berhasil dilakukan coklit oleh pantarlih hanya sebanyak 64.148 pemilih," ujar Jaksa saat sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (13/3/2024). Dikutip dari Kompas.com.

Baca Juga: KPU Putuskan Pemungutan Suara Ulang di Kuala Lumpur Digelar pada 10 Maret 2024

Pada 5 April 2023 dilakukan rapat pleno penetapan DPS. Rapat pleno tersebut diwarnai perdebatan karena perwakilan partai politik tidak terima daftar pemilih yang sudah melewati Coklit hanya sedikit dari jumlah keseluruhan DP4.

PPLN Kuala Lumpur kemudian memutuskan data DP4 yang belum tercoklit dijadikan DPS, dikurangi data tidak memenuhi syarat (TMS), ditambah dengan yang dicoklit, sehingga hasil akhir yang ditetapkan menjadi DPS adalah 491.152 pemilih.

"Hal tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku karena penetapan DPS harus berdasarkan data hasil coklit yang telah diverifikasi," ujar jaksa.

Setelah DPS ditetapkan, data DPS seharusnya diumumkan di Kantor Perwakilan RI selama 14 hari untuk mendapatkan tanggapan dari masyarakat. 

Namun PPLN Kuala Lumpur hanya mengumumkan data DPS di story dan feed Facebook, sehingga tidak ada masukan dan tanggapan dari masyarakat.

Baca Juga: Bawaslu Lakukan Pengawasan Langsung Pungutan Suara Ulang di Kuala Lumpur

Selanjutnya, PPLN Kuala Lumpur melakukan perbaikan data DPS untuk direkapitulasi menjadi Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP).Tetapi perbaikan hanya didasarkan pada masukan dari partai politik yang tidak berdasarkan data yang valid.

Dalam rapat pleno terbuka pada 12 Mei 2023, jumlah DPS yang ditetapkan menjadi DPSHP adalah 442.526 pemilih, dengan rincian metode TPS sebanyak 438.665 pemilih; Kotak Suara Keliling (KSK) sebanyak 525 pemilih; dan Pos sebanyak 3.336 pemilih.

Berikutnya, pada 21 Juni 2023, dilakukan rapat pleno terbuka yang dihadiri oleh seluruh anggota PPLN, perwakilan partai politik, Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu), dan perwakilan Kedutaan Besar RI.

Dalam rapat tersebut perwakilan Partai NasDem, Perindo, Demokrat, dan Gerindra meminta penambahan 50 persen untuk komposisi Pos, 20 persen atau maksimal 30 persen untuk TPS, dan sisanya KSK. Rapat kemudian diskors karena terjadi kebuntuan.

Saat rapat diskors, perwakilan partai politik tersebut melobi para terdakwa, kecuali terdakwa Masduki, untuk meminta agar metode KSK ditambah 30 persen.

Baca Juga: PDI-P Pesimis KPU Bisa Selesaikan Rekapitulasi Suara Pemilu 2024: karena Tidak Profesional

Dari hasil rapat, diputuskan komposisi DPT KSK menjadi 67.945 dari semula 525 pemilih, DPT POS menjadi 156.367 dari semula 3.336 pemilih, sementara TPS LN menjadi 222.945. Sehingga, DPT Tingkat PPLN Kuala Lumpur adalah 447.258 pemilih.

DPT sebanyak 447.258 tertuang dalam Berita Acara Nomor: 009/PP/05. I-BA/078/2023 tanggal 21 Juni 2023, total Rekapitulasi DPT yang dilaporkan PPLN Kuala Lumpur. 

Sementara itu, data milik KPU yang telah dicoklit secara langsung oleh Pantarlih hanya sebanyak 64.148 pemilih.

"Para terdakwa telah mengetahui daftar pemilih yang mereka kelola sudah tidak valid sejak tahap penetapan DPS. Namun, para terdakwa tetap melakukan perubahan data dari metode pengambilan suara TPS dan mengalihkan ke metode KSK dan Pos, sehingga banyak pemilih dalam daftar yang tidak jelas alamat dan nomor kontaknya," ujar jaksa.

Atas perbuatannya para terdakwa didakwa melanggar Pasal 544 atau Pasal 545 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.


 




Sumber : Kompas TV/Kompas.com


BERITA LAINNYA



Close Ads x