Kompas TV nasional hukum

Gugatan Berisi Klaim, KPU Minta MK Tidak Terima Permohonan Sengketa Pilpres 2024 Ganjar-Mahfud

Kompas.tv - 28 Maret 2024, 18:54 WIB
gugatan-berisi-klaim-kpu-minta-mk-tidak-terima-permohonan-sengketa-pilpres-2024-ganjar-mahfud
Kuasa Hukum KPU RI Hifdzil Alim saat membacakan jawaban atas permohonan gugatan sengketa Pilpres 2024 yang diajukan Tim Hukum Ganjar-Mahfud dalam sidang lanjutan perkara perselisihan hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi, Kamis (28/3/2024). (Sumber: KOMPAS TV)
Penulis : Johannes Mangihot | Editor : Deni Muliya

JAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pihak termohon menjawab dalil gugatan yang diajukan pasangan calon nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD di Mahkamah Konstitusi (MK). 

Jawaban KPU RI dibacakan oleh Kuasa Hukumnya, Hifdzil Alim dalam sidang lanjutan perkara perselisihan hasil pemilu di MK, Kamis (28/3/2024). 

Hifdzil menilai, posita atau gugatan dan petitum permohonan pemohon tidak sinkron.

Di bagian posita sebagian besar adalah klaim pemohon mengenai pelanggaran dan kecuranan dalam Pemilu 2024. 

Posita pemohon mendalilkan adanya pelanggaran dan kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

Antara lain abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan terkoordinasi yang didalilkan dilakukan oleh Presiden RI. 

Dalam uraiannya sebagian besar berisi berkaitan pelanggaran dan atau kecurangan yang dilakukan Presiden RI dan jajarannya.  

Baca Juga: Tim Hukum Ganjar-Mahfud Minta Hakim MK Diskualifikasi Prabowo-Gibran

Fakta hukumnya, Presiden RI bukanlah peserta pemilu dan bukan pihak yang berperkara dalam sengketa pilpres ini. 

Sehingga argumentasi pemohon menjadi tidak tepat disampaikan dalam perselisihan hasil pemilu di MK, dikarenakan hal tesebut tidak berkaitan dengan termohon dalam hal ini KPU. 

"Hal ini tidak ada hubungannya dengan petitum 4 pemohon, tentang permohonan pemungutan suara ulang," ujar Hifdzil  

Hifdzil menambahkan, perkara MK adalah perselisihan hasil pemilu sehigga harus ada persandingan antara versi pemohon dan termohon. 

Apabila disimak, Hifdzil menilai dalil-dalil pemohon dan petitum yang diajukan pemohon sama sekali bukan tentang persandingan hasil perhitungan dan selisih perhitungan suara, tetapi tentang klaim pelanggaran dan kecurangan.

Baca Juga: Kuasa Hukum KPU: Langkah DKPP Lindungi Hasyim Asy'ari Tidak Benar

Terkait penyebutan lokasi dan identitas TPS dalam permohonan tidak jelas dan spesifik.

Begitu dalam persandingan data perhitungan suara yang disajikan pemohon dengan termohon dalam halaman 16 hingga 18 gugatan pemohon tidak ada perbedaan. 

"Jadi sebenarnya tidak perlu disengketakan karena tidak ada perbedaan jumlah, atau dengan kata lain tidak ada selisih suara Pilpres 2024 nomor urut 3, baik di 38 provinsi maupun di luar negeri," ujar Hifdzil. 

Mengenai perselisihan pemohon yang membuat hasil perolehan suara pasangan calon nomor urut 2 adalah nol atau nihil merupakan klaim, karena didasarkan oleh pelanggaran TSM. 

Hifdzil menegaskan, klaim tersebut tidak ada kaitannya dengan hasil Pilpres 2024. Makna dari perhitungan adalah hasil dari proses menghitung. 

Namun klaim pemohon dalam tabel 3 yang membuat perolehan suara pasangan calon nomor urut 2 nol atau nihil bukan dari proses menghitung hingga diketahui selisihnya, tetapi klaim yang tidak menghitung perolehan suara pasangan calon nomor urut 2. 

Baca Juga: Kala Mahfud MD Ungkit Kembali Pandangan Yusril: MK Jangan Jadi Mahkamah Kalkulator

Berdasarkan segala hal tersebut termohon meminta hakim MK menjatuhkan putusan, menerima dan mengabulkan eksepsi termohon untuk seluruhnnya. 

Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima dalam pokok perkara menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya. Menyatakan benar dan berlaku keputusan KPU nomor Nomor 360 Tahun 2024. 

"Menetapkan perolehan hasil suara Pilpres 2024 sebagai berikut nomor urut 1, 40.971.906 suara. Nomor urut 2, 96.214.691 suara. Nomor urut 3 adalah 27.040.878. Total suara sah 164.227.475 suara. Atau apabila MK berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya," ujar Hifdzil. 


 




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x