Kompas TV nasional hukum

Romo Magnis: Jika Presiden Bagikan Bansos untuk Kampanye, Itu Mirip Karyawan Ambil Uang dari Toko

Kompas.tv - 2 April 2024, 13:44 WIB
romo-magnis-jika-presiden-bagikan-bansos-untuk-kampanye-itu-mirip-karyawan-ambil-uang-dari-toko
Profesor filsafat STF Driyarkara, Franz Magnis Suseno atau Romo Magnis, berbicara sebagai saksi dalam sidang sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi, Selasa (2/4/2024). (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana | Editor : Edy A. Putra

Sebab, Majelis Kehormatan MK menetapkan putusan MK yang memungkinkan Gibran mendaftar sebagai cawapres, sebagai pelanggaran etika yang berat.

“Sudah jelas, mendasarkan diri pada suau keputusan yang diambil dengan pelanggaran etika yang berat merupakan pelanggaran etika berat sendiri,” tutur Romo Magnis.

“Penetapan seseorang sebagai calon wakil presiden yang dimungkinkan secara hukum hanya dengan suatu pelanggaran etika berat juga merupakan pelanggaran etika berat.”

Pada poin kedua, ia menyebut presiden boleh saja mengatakan bahwa ia mengharapkan salah satu calon menang.

“Tetapi saat ia memakai kedudukannya, kekuasaannya untuk memberi petunjuk pada ASN, polisi, militer, dan lain-lain untuk mendukung salah satu paslon serta menggunakan kas negara untuk membiayai perjalanan-perjalanan dalam rangka memberi dukungan kepada paslon itu, ia secara berat melanggar tuntutan etika, bahwa ia tanpa membeda-bedakan adalah presiden semua warga negara termasuk semua politisi.”

Poin ketiga yang disampaikan Romo Magnis adalah soal nepotisme. Dia menyebut jika seorang presiden memakai kekuasaan untuk menguntungkan keluarganya sendiri, hal itu merupakan sesuatu yang sangat memalukan.

Baca Juga: Sidang Sengketa Pilpres, Romo Magnis: Membuat Presiden Mirip Pemimpin Organisasi Mafia!

Sebab, kata dia, itu membuktikan bahwa presiden tersebut tidak mempunyai wawasan presiden, di mana seharusnya hidupnya untuk memikirkan kepentingan rakyat, bukan kepentingan diri sendiri dan keluarganya.

Dalam poin kelima, Romo Magnis menjelaskan tentang manipulasi dalam proses pemilu.

“Yang jelas kalau proses pemilu dimanipulasi, itu merupakan pelanggaran etika berat karena merupakan pembongkaran hakikat demokrasi. Misalnya kalau waktu untuk memilih diubah, atau perhitungan suara dilakukan dengan cara yang tidak semestinya.”

“Praktik semacam itu memungkinkan kecurangan terjadi, yang sama dengan sabotase pemilihan rakyat, jadi suatu pelanggaran etika yang berat,” ucapnya.


 




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x