“Jadinya tidak ada yang bisa dipaksa betul oleh suatu koalisi yang terlalu besar,” tegasnya.
Dalam dialog itu, Bivitri juga menyatakan dengan penurunan ambang batas pencalonan sesuai dengan proporsi jumlah penduduk, akan lebih banyak partai politik yang bisa mengusung kandidat di pilkada.
“Jadi ini akan lebih banyak partai politik yang bisa berpartisipasi, tidak dikunci oleh partai politik yang dapat kursi di DPRD,” tuturnya.
“Bayangkan yang kemarin berkompetisi dan dapat suara tapi tidak dapat kursi. Itu mereka bisa bergabung.”
Ia mencontohkan Partai Buruh yang menjadi salah satu pemohon perubahan ambang batas ke MK.
Menurut Bivitri, Partai Buruh bisa bergabung dengan partai lain untuk mengakumulasi suara mereka sampai 7,5 persen dan mengajukan calon di Pilkada Jakarta.
“Jadi dengan ini lebih fair (adil, red) menurut saya, dan kita warga juga jadinya mudah-mudahan dapat pilihan-pilihan yang lebih banyak, tidak terbatasi oleh orang-orang yang difilternya sedemikian rupa oleh partai-partai politik besar dalam koalisi KIM Plus itu.”
Baca Juga: Pakar Sebut Putusan MK soal Ambang Batas Pilkada Langsung Berlaku: Konstelasi akan Berubah
Sebelumnya pada Selasa (20/8), MK memutuskan ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik/gabungan partai politik hasil Pileg DPRD sebelumnya, atau 20 persen kursi DPRD.
Keputusan terkini MK adalah ambang batas pencalonan kepala daerah dari partai politik disamakan dengan ambang batas pencalonan kepala daerah jalur independen/perseorangan/nonpartai sebagaimana diatur pada Pasal 41 dan 42 UU Pilkada.
Untuk Pilkada Jakarta, parpol atau gabungan parpol bisa mengusung kandidat pasangan calon jika memenuhi 7,5 persen suara pada pileg sebelumnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.