JAKARTA, KOMPAS.TV- Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Al Hidayat Samsu, menyoroti kondisi memprihatinkan kesejahteraan dosen di Indonesia yang dinilai jauh dari kata layak. Ia menyatakan bahwa dosen merupakan pilar penting dalam dunia pendidikan tinggi, namun hingga saat ini masih mengalami ketidakadilan dalam sistem penggajian.
Hidayat mengambil riset dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI), dan Universitas Mataram (Unram) pada 2023 yang menunjukkan bahwa 42 persen dosen di Indonesia menerima gaji di bawah Rp3 juta per bulan.
Lebih parah lagi, dosen swasta bahkan hanya menerima Rp45 ribu per jam, dengan penghasilan bulanan tidak lebih dari Rp900 ribu.
Baca Juga: Mobil Ringsek, Dosen UIN Sunan Gunung Jati Tewas dalam Kecelakaan di Tol Cipularang
"Ini merupakan fakta yang ironis, mengingat para pengajar merupakan garda terdepan pendidikan tinggi yang menjadi pilar esensial dalam menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas," kata Al Samsu dalam press rilis, Rabu (15/1/2025).
"Ini menunjukkan ada pengabaian yang serius di dunia pendidikan tinggi negara kita. Ketidakadilan ini tidak hanya menunjukkan kelemahan dalam sistem penggajian pendidik, tetapi juga menimbulkan ketidaksetaraan yang merusak ekosistem pendidikan tinggi," tambahnya.
Al Hidayat menilai permasalahan kesejahteraan ini kian diperparah dengan lambatnya realisasi tunjangan kinerja bagi dosen ASN, meski sudah diatur dalam Perpres No. 136/2018, Permendikbud No. 49/2020, serta Keputusan Mendikbudristek No. 447/2024. Apalagi dosen sudah menunggu 12 tahun pencairan tunjangan kinerja yang dijanjikan.
Ia mengingatkan bahwa minimnya kesejahteraan dosen dapat merusak ekosistem pendidikan tinggi di Indonesia.
Hal ini tercermin dari gerakan tagar #JanganJadiDosen yang viral di media sosial, menunjukkan kekecewaan para akademisi terhadap pemerintah.
Untuk mengatasi masalah ini, Al Hidayat menawarkan tiga langkah strategis.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.