Kompas TV regional politik

Pengamat Menilai Unjuk Rasa Mahasiswa Selamatkan Demokrasi dari Cengkeraman Oligarki

Kompas.tv - 12 April 2022, 13:30 WIB
pengamat-menilai-unjuk-rasa-mahasiswa-selamatkan-demokrasi-dari-cengkeraman-oligarki
Sebanyak puluhan mahasiswa aksi unjuk rasa tiba di depan gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (11/4/2022). (Sumber: Kompas.tv / Baitur Rohman)
Penulis : Tito Dirhantoro | Editor : Iman Firdaus

JEMBER, KOMPAS.TV - Aksi unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa secara besar-besaran di Jakarta dan berbagai daerah lainnya  menunjukkan sikap kaum milenial untuk menyelamatkan demokrasi yang retak di Indonesia.

Demikian hal tersebut disampaikan oleh pengamat politik yang juga dosen FISIP Universitas Jember (Unej) Muhammad Iqbal.

Baca Juga: Perwira Brimob Meninggal Saat Tugas Amankan Demo Mahasiswa, Ternyata Penyebabnya Gara-Gara Ini

"Unjuk rasa pada 11 April 2022 sangat menarik dan signifikan dipahami sebagai upaya generasi kekinian selamatkan demokrasi," kata Iqbal melalui keterangannya yang dikutip pada Selasa (12/4/2022).

Iqbal menjelaskan, aksi demo mahasiswa tersebut bukan lagi soal jumlah peserta karena hal itu tidak penting lagi mau besar atau kecil.

Namun, kata dia, hal itu menjadi momentum fundamental bagi uji terkonsolidasinya gerakan mahasiswa milenial.

"Mereka kini sangat sadar dan terpanggil untuk selamatkan demokrasi dan amanat reformasi dari cengkeraman jerat kuasa oligarki politik, oligarki ekonomi dan oligarki media sekaligus," ucapnya.

Baca Juga: Kericuhan Menutup Aksi Demo Mahasiswa 11 April di Depan Gedung DPR

Ia menilai kelompok mahasiswa kini sangat menyadari potensi besarnya agar tidak mau lagi dijadikan korban komoditas politik dan ekonomi.

Serta, kata dia, mereka juga tidak mau menjadi obyek politik transaksional "dagang sapi" hanya untuk kepentingan kuasa pemilu saja.

"Gerakan aksi ini hendak memastikan jangan sampai demokrasi Indonesia mati oleh oligarki yang berkedok 'taat konstitusi'," ucap pakar komunikasi Unej itu.

Iqbal mengatakan gerakan mahasiswa kemungkinan juga terinspirasi dari dialektika buku "How Democracies Die" karya Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt.

Baca Juga: Tak Hanya soal Tolak Presiden 3 Periode, Ini Ragam Isi Spanduk Pendemo di Gedung DPR RI

Sebab, kata dia, situasi politik kekuasaan Indonesia saat ini mirip dengan kriteria yang ada dalam buku tersebut.

"Misalnya, bagaimana terjadinya fatefull alliances ketika rezim kekuasaan bersekutu dengan para politikus mapan secara politik dan ekonomi serta beraliansi dengan konglomerasi media," tuturnya.

Bahkan, lanjut dia, dramaturgi memainkan narasi konstitusi dan lembaga demokrasi untuk melanggengkan kekuasaan dengan cara mengkhianati reformasi.

Juga membunuh demokrasi lewat wacana penundaan pemilu dan perpanjangan tiga periode masa jabatan presiden.

Baca Juga: Bakal Demo Besar Tanggal 11 April, BEM SI akan Sampaikan 6 Tuntutan, Termasuk Harga Kebutuhan Pokok

"Pada momentum itulah, gerakan mahasiswa post-milenial 11 April 2022 sangat kuat nilai konsolidasinya bagi upaya penyelamatan demokrasi ,” kata Iqbal.

“Juga 18 tuntutan gerakan mahasiswa yang belum tuntas terjawab oleh Presiden Joko Widodo hingga saat ini adalah spirit perjuangan demonstrasi.”

Menurut dia, unjuk rasa pada 11 April 2022 bukanlah akhir, tapi justru awal bangkitnya konsolidasi untuk menyelamatkan demokrasi dan panjang umur gerakan mahasiswa.

Baca Juga: Disebut jadi Sumber Isu Tiga Periode, Masinton Minta Luhut Tanggung Jawab Atas Aksi Demo 11 April

Sementara menurut pengajar Komunikasi Politik di Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga, aksi demo mahasiswa pada 11 April bisa saja ada penyusup yang sengaja masuk di tengah pendemo. 

Hal ini agar terkesan para pendemo melakukan kekerasan, yang tidak sejalan dengan demokrasi. 

"Padahal, yang melakukan demo itu tidak semua mahasiswa. Karena itu, bisa saja yang melakukan aksi kekeresan itu orang-orang yang disusupkan untuk melakukan kekerasan agar reputasi mahasiswa jatuh," katanya.


Para penyusup itu, kata Jamiluddin, bisa saja agenda dari pihak-pihak yang tidak menghendaki mahasiswa demo. Mereka mendesain tindak kekerasan untuk menciptakan keributan sehingga mengalihkan perhatian dari agenda utama mahasiswa melakukan demo.


"Mahasiswa anti kekerasan, sehingga tidak akan melakukannya dalam aksi demo. Mahasiswa tahu demokrasi tidak menghendaki kekerasan. Karena itu, mahasiswa pastinya menjauhi segala bentuk kekerasan saat mereka memperjuangkan demokrasi.

 Jadi, kalau terjadi kekerasan saat mahasiswa demo, tampaknya hal itu dilakukan para penyusup," katanya. 
 




Sumber : Kompas TV/Antara


BERITA LAINNYA



Close Ads x