JAKARTA, KOMPAS.TV - Hujan lebat yang mengguyur wilayah Jabodetabek beberapa waktu lalu menyebabkan banjir bandang, mulai dari daerah hulu hingga ke hilir.
Jika sebelumnya banjir lebih sering terjadi di dataran rendah seperti Jakarta, kini wilayah dengan kontur lebih tinggi seperti Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, juga terdampak.
Apakah peristiwa ini semata-mata disebabkan oleh cuaca ekstrim, atau ada faktor lain seperti alih fungsi lahan yang semakin masif dan mengurangi daya serap tanah terhadap air?
Baca Juga: Tanggul Jebol, 500 Keluarga di Grobogan Terdampak Banjir
Menurut Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, salah satunya alih fungsi lahan.
"Ini memang alih fungsi di hulu dan di hilir, yang menjadi bahan perhatian banjir, Jadi ini memang soal tata kelola ruang, yang berbenah tak hanya di hulu, tapi di bawahnya, Bekasi, Jakarta juga dibenahi. Misal kita konsisten hulu dibenahi, hilir juga dibenahi," ujar Dedi Mulyadi membuka obrolan dalam program "Dipo Investigasi" Senin malam (10/3/2025)
Lalu bagaimana pengawasan terhadap perizinan bangunan di daerah resapan air?
"Saya marah saya nangis, saya sebagai orang Sunda paham betul, leluhur Sunda itu di Bogor. Suatu yang disakralkan dibuatkan bangunan rekreasi begini pada hutan, orang gelantung-gelantung bercanda di situ, ini tempat harus dibenahi, " katanya.
"Yang salah selama ini pemerintahan yang nggak ngerti tata ruang, tahunya pendapatan daerah terus," tegas Dedi dengan nada kesal.
Dipo juga menanyakan bagaimana kinerja pemerintah setempat sehingga bisa ikut serta dalam sebuah kesalahan dalam kelola tata ruang.
"Ya pasti ada jual beli lahan, orang PT Perkebunan ya konsen dalam perkebunan, bukan pembangunan ya, kalau nggak mampu menghasilkan lewat perkebunan, ya mundur saja. Ini juga orang jakarta jangan nyalahin orang di atas, ini yang punya kebanyakan juga orang Jakarta," seru Dedi.
Baca Juga: Dedi Mulyadi Kaget Jawa Barat Tidak Punya Radar Deteksi Cuaca
Berita sebelumnya, Hibisc Fantasy Puncak di Tugu Selatan, Puncak, Cisarua, Bogor, Jawa Barat, yang dibongkar Dedi Mulyadi baru beroperasi empat bulan. Dedi Mulyadi menginstruksikan pembongkaran kawasan wisata tersebut mulai Kamis (6/3/2025).
Keputusan ini diambil setelah ditemukan sejumlah pelanggaran, termasuk pembangunan yang melebihi batas izin serta dampak terhadap lingkungan. Dedi menegaskan tidak akan tebang pilih dalam menegakkan aturan, meskipun tempat wisata ini dikelola oleh PT Jaswita Lestari Jaya (JLJ), anak perusahaan BUMD Jawa Barat, PT Jasa dan Kepariwisataan (Jaswita).
"Banyak pelanggarannya, lingkungan, terus izin lokasinya karena kan (mereka) membangun melebihi apa yang ditetapkan. Kemudian ketinggian bangunannya," kata Dedi di lokasi pembongkaran Hibisc kawasan Puncak, Jawa Barat.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.