Eks Komandan Kelompok Pemberontak Tentara Tuhan Uganda Divonis Bersalah atas Kejahatan Kemanusiaan
Kompas dunia | 14 Agustus 2024, 05:50 WIBSalah satu komandan Kony, Dominic Ongwen, pada 2021 dijatuhi hukuman 25 tahun penjara oleh ICC atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Meski banyak anggota LRA lainnya telah menerima amnesti dari pemerintah Uganda, Kwoyelo, yang ditangkap di Kongo, tidak mendapatkan pengampunan tersebut.
Pihak berwenang Uganda tidak pernah memberikan alasan yang jelas mengapa Kwoyelo tidak diampuni. Ada kekhawatiran dari aktivis hak asasi manusia bahwa penundaan panjang dalam pengadilannya melanggar hak Kwoyelo untuk mendapatkan keadilan.
Baca Juga: Kian Keras ke LGBTQ, Uganda Bakal Luncurkan UU yang Mengkriminasilasi Pelakunya
Persidangan Kwoyelo penuh kontroversi dan menyoroti betapa sulitnya menegakkan keadilan di masyarakat yang masih berusaha sembuh dari dampak perang.
Seperti dalam kasus Ongwen di ICC, Kwoyelo mengklaim bahwa dirinya diculik saat masih kecil untuk bergabung dengan LRA dan tidak bisa dianggap bertanggung jawab atas kejahatan kelompok itu.
Kwoyelo membantah semua tuduhan dan bersaksi bahwa hanya Kony yang bisa menjawab atas kejahatan yang dilakukan LRA. Ia juga menyatakan bahwa semua anggota LRA akan dihukum mati jika tidak mematuhi perintah Kony.
LRA, yang awalnya muncul di Uganda sebagai gerakan pemberontakan anti-pemerintah, dikenal karena merekrut anak laki-laki sebagai tentara dan menjadikan anak perempuan sebagai budak seks.
Pada puncak kekuatannya, kelompok ini sangat brutal dan selama bertahun-tahun berhasil menghindari upaya pasukan Uganda di Uganda utara.
Baca Juga: Interpol Tangkap 300 Anggota Geng Kejahatan Keuangan Afrika di 5 Benua
Beberapa pengamat mencatat bahwa komandan militer Uganda yang juga terlibat dalam pelanggaran selama pemberontakan LRA tidak pernah diadili.
LRA dituduh melakukan berbagai pembantaian yang sebagian besar menargetkan suku Acholi. Kony, yang juga berasal dari suku Acholi, mengklaim dirinya sebagai mesias dan menyatakan bahwa ia ingin memerintah Uganda sesuai Sepuluh Perintah Alkitab.
Setelah mendapat tekanan militer pada 2005, LRA terpaksa keluar dari Uganda dan menyebar ke berbagai wilayah di Afrika tengah. Sejak itu, kelompok ini semakin melemah dan laporan serangan LRA semakin jarang terjadi.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Gading-Persada
Sumber : Associated Press