Di Jakarta, Majelis Masyayikh Uji Publik Dokumen Standar Mutu Pesantren
Edukasi | 17 September 2023, 04:30 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Majelis Masyayikh menggelar uji publik dokumen penjaminan mutu pesantren yang akan menjadi standar mutu pendidikan yang diselenggarakan oleh pesantren.
Uji publik yang digelar di Jakarta pada Sabtu (15/09/2023) diikuti Persatuan Pondok Pesantren se-Indonesia (Rabithah Maahid al-Islamiyah/RMI) Nahdlatul Ulama, Lembaga Pengembangan Pesantren Muhammadiyah (LP2M), Majelis Ulama Indonesia (MUI), unsur Kemendikbud, Kementerian Agama, para pengasuh pesantren terkemuka, dan tentu saja para anggota Majelis Masyayikh itu sendiri.
Dokumen penjaminan mutu pesantren diharapkan dapat menjadi pengendali kualitas bagi pondok pesantren, pascapengakuan pemerintah terhadap sistem pendidikan di lembaga pendidikan yang dipimpin oleh kiyai.
Baca Juga: Menag Yaqut Bermimpi Indonesia jadi Kompas Toleransi dan Rakyatnya Merdeka dalam Beribadah
Majelis Masyayikh merupakan lembaga independen yang keanggotaannya diambil dari para pengasuh pesantren di Indonesia dan unsur pemerintah.
Lembaga ini disebut independen karena bekerja tanpa intervensi pemerintah, namun inisiasi pembentukannya dilakukan oleh Kementerian Agama.
Majelis Masyayikh dibentuk pertama kali dengan masa khidmat 2021-2026 berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 1154 Tahun 2021 tentang Majelis Masyayikh dan menetapkan 9 orang anggota.
Sejak terbitnya Undang-undang (UU) Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, pemerintah memberikan pengakuan secara utuh kepada pesantren yang memiliki kekhasan dan keaslian dalam pendidikannya, tanpa harus mengadopsi kurikulum nasional.
Sejak itu ijazah pesantren diakui negara dan alumninya dapat melanjutkan jenjang pendidikan ke manapun atau melamar ke instansi manapun. Baik negeri maupun swasta, tanpa harus mengikuti ujian persamaan Kemendibud atau Kemenag.
Meski telah diakui sepenuhnya, namun sampai saat ini belum ada standar baku mutu yang jelas untuk mengukur kualitas pendidikan pesantren.
Oleh amanat undang-undang inilah Majelis Masyayikh menginisiasi standarisasi mutu melalui dokumen yang tengah diuji publik tersebut.
Undang-Undang Pesantren, pada pasal 26 mengamanatkan adanya sistem penjaminan mutu pendidikan pesantren.
Berdasarkan regulasi ini dibentuklah Majelis Masyayikh yang terdiri dari 9-17 orang pengasuh pesantren di Indonesia dan unsur Kemenag.
Baca Juga: Menag Yaqut Kukuhkan 9 Ulama sebagai Majelis Masyayikh, untuk Apa?
Tugasnya membuat sistem penjaminan mutu dengan menetapkan standar yang harus diterapkan oleh pesantren.
Pada uji publik ini, Majelis Masyayikh mengundang Kemendikbudristek dan Kemenag untuk memberikan pandangan dan membantu sinkronisasi, serta harmonisasi dokumen dengan regulasi sistem pendidikan nasional.
Ketua Majelis Masyayikh, KH. Abdul Ghoffar Rozin M. Ed. mengatakan, sistem penjaminan mutu ini akan diterapkan untuk seluruh jenjang pendidikan di pesantren, yaitu Pendidikan Diniyyah Formal (PDF), Pendidikan Muadalah, hingga Ma’had Aly.
Hal itu setara dengan jenjang SD hingga perguruan tinggi.
"Tahap ini memerlukan dialog intensif agar pesan, harapan, cita-cita dan goodwill dari dokumen ini bisa terbaca dan tersampaikan demi kemajuan pesantren dan jenjang pendidikannya,” kata Gus Rozin.
Sebelumnya, penyusunan dokumen sistem penjaminan mutu pendidikan pesantren telah melalui serangkaian proses yang melibatkan berbagai unsur yang terkait pesantren, termasuk akademisi dan pengamat pendidikan.
"Jadi ini bukan produk pemerintah, tetapi muncul dari pesantren sendiri untuk menetapkan standar yang sama," imbuh Pengasuh Ponpes Maslakul Huda, Kajen, Pati, Jateng ini.
Sedangkan cakupan standar mutu yang disusun ini mengacu pada Peraturan Menteri Agama Nomor 30 Tahun 2020 tentang Pendidikan Pesantren.
Di dalamnya disebut beberapa aspek kunci yakni tentang mutu pendidikan pesantren, yaitu standar kompetensi lulusan, kerangka dasar dan struktur kurikulum, standar pendidik dan tenaga kependidikan, serta standar mutu lembaga.
Pada prinsipnya dokumen mutu pendidikan pesantren ini akan menjamin mutu pendidikan yang jelas dan terukur, bukan sesuai selera subyektif lembaga.
Baca Juga: Wakil Presiden K.H. Ma’ruf Amin Soroti Kekerasan Seksual di Pesantren
Namun pada saat yang sama, tetap memastikan bahwa setiap pesantren memiliki identitasnya, kekhasan serta tradisi keilmuan yang orisinal.
Sementara itu, Sekretaris Majelis Masyayikh, Dr. KH. A. Muhyiddin Khotib mengatakan, dengan pengakuan sepenuhnya oleh pemerintah, pesantren tidak boleh menggunakan ini untuk mengalienasi sistem dan konten pendidikannya, tetapi harus jelas kualitasnya agar dapat menjawab tantangan.
"Relevansi pendidikan pesantren dengan kebutuhan masyarakat saat ini harus sesuai,” kata Muhyiddin Khotib.
Penulis : Deni Muliya Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV