Kompas TV feature jejak masjid nusantara

Kisah Unik Masjid An-Nur di Dili Timor Leste, Khutbah Jumat Pakai Bahasa Indonesia

Kompas.tv - 22 Juli 2022, 11:57 WIB
kisah-unik-masjid-an-nur-di-dili-timor-leste-khutbah-jumat-pakai-bahasa-indonesia
Khutbah Jumat di Masjid An-Nur, Dili, Timor Leste masih menggunakan bahasa Indonesia. (Sumber: Kemendikbud)
Penulis : Dedik Priyanto | Editor : Edy A. Putra

JAKARTA, KOMPAS.TV – Masjid An-Nur di Dili, Timor Leste, masih berdiri megah sampai saat ini. Ketika hari Jumat tiba, masjid ini juga dipenuhi jemaah. Uniknya, khutbah Jumatnya masih disampaikan dalam bahasa Indonesia.

Hal ini lantaran banyak warga Indonesia yang ikut beribadah di masjid itu, selain muslim dari Timor Leste tentunya. 

Di samping itu, bahasa Indonesia juga lazim digunakan oleh para penduduk setempat selain bahasa Tetun dan bahasa Portugis.

Masjid An-Nur ini terletak di Rua de Campo Alor, Jalan Kampung Alor, Kota Dili, Timor Leste.

Dilansir dari situs resmi Kemendikbud, masjid ini dibangun pada tahun 1955 atas inisiatif Imam Haji Hasan Bin Abdulah Balatif, kepala Kampung Alor dan masyarakat muslim Dili.

Pembangunan ini direstui oleh kepala suku Arab saat itu, Hamud bin Awad Al-Katiri.

Masjid ini sendiri terdiri atas dua lantai. Lantai bawah sebagai tempat salat, sementara lantai atas menjadi ruang sekolah.


Para ustaz atau pengajar di masjid ini mayoritas berasal dari Indonesia. Salah satunya, Mustofa yang sudah beberapa tahun tinggal di Dili.

Beliau berasal dari kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh, dan saat ini sudah menikah dengan penduduk setempat.

Meskipun banyak ustaznya dari Indonesia, imam besar Masjid An-Nur merupakan penduduk setempat, yakni Ustaz Anwar Da Costa.

Amat Triatna, peneliti dari Kemendikbud, mengisahkan pengalamanannya mengunjungi Masjid An-Nur.

Di sepanjang jalan menuju masjid, katanya, berdiri kios-kios yang menjual berbagai macam pakaian, sepatu, perlengkapan salat, dan lain-lain.  

Menurut keterangan salah satu pengurus masjid yang ditemui Amat Triatna, 90 persen dari pemilik kios-kios pakaian itu berasal dari Makassar, Indonesia.

Selain produk sandang, terdapat juga beberapa rumah makan dan gerobak yang menjajakan makanan khas Indonesia seperti masakan Padang, bubur ayam, ayam bakar, bakwan, dan sejenis pecel.

"Siapa pun terutama yang beragama muslim tidak perlu lagi khawatir untuk bepergian ke negara ini. Timor Leste memang luar negeri berasa dalam negeri," tulisnya. 

Baca Juga: Cerita Presiden Timor Leste Jose Ramos Horta Familier dengan NU karena Faktor Gus Dur

Khutbah Jumat Berbahasa Indonesia

Khutbah salat Jumat di Masjid An-Nur di Dili, selalu menggunakan bahasa Indonesia karena mayoritas jemaah berasal dari negara tetangga Timor Leste itu.

Di negara yang berbahasa resmi Tetun dan Portugis ini, penggunaan bahasa Indonesia masih sangat melekat di kehidupan warga.

Hal ini tidak hanya karena Timor Leste pernah menjadi bagian dari Indonesia, tetapi juga karena budaya-budaya pop Indonesia.

Budaya pop Indonesia disebut telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari warga Timor Leste. Mulai fesyen, artis-artis hingga sepak bola dikenal di negeri yang saat ini dipimpin Jose Ramos Horta ini. 

Selain itu, menurut undang-undang negara Timor Leste, pada Bagian VII mengenai Ketentuan-Ketentuan Akhir dan Sementara Pasal 159, bahasa Indonesia merupakan bahasa yang diakui sebagai bahasa kerja.

Meskipun menjadi minoritas di negeri yang 90 persen beragama Katolik, umat Islam di Timor Leste hidup dengan normal dan aman.

Baca Juga: Ini Poin-Poin yang Dibahas Presiden Jokowi dengan Presiden Jose Ramos Horta di Istana Bogor

Jadi Saksi Bisu Hiruk Pikuk Politik

Ketika Timor Leste berada di bawah pendudukan Portugis, masyarakat Kampung Alor menjadikan Masjid An-Nur ini sebagai salah satu tempat perjuangan politik untuk mengusir penjajah.

Tokoh-tokoh muslim di sana seperti Haji Salim Bin Said Al-Katiri, Hedung Bin Abdullah dan Sya’ban Joaqim meminta bantuan rakyat untuk mengusir penjajah. 

Ketika masa peralihan Timor Timur menjadi Timor Leste, tempat ini juga menjadi tempat bernaung warga Indonesia.

Waktu itu, sempat terjadi ketegangan terkait kewarganegaraan saat proses kemerdekaan Timor Leste dari Indonesia pada 2001.

Masjid ini menjadi tempat warga Indonesia dan warga muslim berkumpul dan berbagi informasi. 

Kini, masjid ini tetap berdiri megah dan jadi simbol toleransi di Kota Dili. Konflik kewarganeraan pun sudah tidak ada lagi. Masyarakat setempat pun sudah melebur jadi satu sebagai warga Timor Leste.

Masjid An-Nur ini akhirnya menjadi saksi sejarah tumbuh-kembang perkembangan Islam di Timor Leste. 




Sumber : Kompas TV/Kemendikbud


BERITA LAINNYA



Close Ads x