Kompas TV internasional kompas dunia

Mantan Pilot Boeing Hadapi Dakwaan Kasus 737 MAX yang Jatuh di Indonesia dan Ethiopia

Kompas.tv - 15 Oktober 2021, 08:04 WIB
mantan-pilot-boeing-hadapi-dakwaan-kasus-737-max-yang-jatuh-di-indonesia-dan-ethiopia
B737 MAX 8 Lion Air di pabrik Boeing di Everett, Washington, AS. (Sumber: Kompas.com/Boeing)
Penulis : Tussie Ayu | Editor : Gading Persada

DALLAS, KOMPAS.TV - Seorang mantan pilot Boeing didakwa oleh dewan juri federal atas tuduhan menipu regulator keselamatan tentang pesawat Boeing 737 Max, Kamis (14/10/2021).

Penipuan yang dilakukannya ini diduga berkontribusi pada jatuhnya Boeing 737 Max di Indonesia dan Ethiopia.

Surat dakwaan itu menuduh Mark A. Forkner memberikan informasi palsu dan tidak lengkap kepada Administrasi Penerbangan Federal Amerika Serikat (FAA) tentang sistem kontrol penerbangan otomatis yang berperan dalam kecelakaan. Dua kecelakaan ini menimbulkan total korban tewas sebanyak 346 orang.

Jaksa mengatakan bahwa karena dugaan penipuan Forkner, sistem tersebut tidak disebutkan dalam manual pilot atau materi pelatihan.

Pengacara Forkner dan pihak Boeing hingga kini belum berkomentar mengenai persidangan yang akan dihadapi Forkner.

Baca Juga: Mengejutkan : Ini Isi Pesan-Pesan Internal Soal Boeing 737 Max Yang Bocor.

Seperti dikutip dari The Associated Press, Forkner, 49, didakwa dengan dua tuduhan penipuan yang melibatkan suku cadang pesawat dalam perdagangan antarnegara bagian.

Jaksa federal mengatakan dia diharapkan akan menghadiri persidangan perdananya pada Jumat di Fort Worth, Texas. 

Jika terbukti bersalah atas semua tuduhan, dia akan menghadapi hukuman hingga 100 tahun penjara.

Dakwaan tersebut menuduh bahwa dia menyembunyikan informasi tentang sistem kontrol penerbangan yang diaktifkan secara keliru dan menekan hidung jet Max yang jatuh pada 2018 di Indonesia, dan tahun 2019 di Ethiopia. 

Ketika itu, pilot berusaha untuk mengendalikan pesawat namun gagal. Kedua pesawat menukik jatuh hanya beberapa menit setelah lepas landas.

Forkner adalah kepala pilot teknis Boeing pada program MAX. Jaksa mengatakan bahwa Forkner mengetahui tentang perubahan penting pada sistem kontrol penerbangan, yaitu Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS) pada tahun 2016, tetapi menyembunyikan informasi tersebut dari FAA. 

Baca Juga: Garuda Indonesia Batal Beli 49 Pesawat Boeing 737 Max 8

Penyembunyian informasi ini membuat agensi menghapus referensi ke MCAS dari laporan teknis. Informasi penting ini kemudian tidak muncul dalam manual pesawat. Kebanyakan pilot tidak tahu tentang MCAS sampai terjadinya kecelakaan pertama di Indonesia.

Jaksa mengatakan bahwa Forkner meremehkan informasi itu, untuk menghindari persyaratan bahwa pilot harus menjalani pelatihan yang mahal.

Pelatihan ini akan meningkatkan biaya pembelian pesawat. Penyelidik Kongres memperkirakan pelatihan tambahan itu akan menambahkan biaya pembelian pesawat hingga $AS 1 juta per pesawat.

"Dalam upaya untuk menghemat uang Boeing, Forkner diduga menyembunyikan informasi penting dari regulator," kata Chad Meacham, penjabat pengacara AS untuk distrik utara Texas. 

“Pilihannya yang tidak berperasaan ini telah menyesatkan FAA dan menghambat kemampuan agensi untuk melindungi penerbangan publik. Hal ini telah membuat pilot berada dalam kesulitan, karena kurangnya informasi tentang kontrol penerbangan 737 MAX,” ujar Meacham seperti dikutip dari The Associated Press.

Pada tahun 2016, Forkner pernah mengatakan kepada karyawan Boeing lainnya bahwa MCAS 'mengerikan' dan 'merajalela', ketika dia mengujinya di simulator penerbangan. Namun dia tidak pernah mengatakan informasi ini kepada FAA.

Baca Juga: Menhub: 10 Pesawat Boeing 737 Max 8 akan Diperiksa

“Jadi saya pada dasarnya berbohong kepada regulator (tanpa sadar),” tulis Forkner dalam pesan yang dipublikasikan pada 2019.

Forkner, yang tinggal di pinggiran kota Fort Worth, bergabung dengan Southwest Airlines setelah meninggalkan Boeing, tetapi meninggalkan maskapai itu sekitar setahun yang lalu.

Pesawat Boeing 737 MAX milik Lion Air jatuh saat terbang dari Jakarta ke Pangkal Pinang pada 29 Oktober 2018, hanya 13 menit setelah take off. Seluruh awak pesawat dan penumpang yang berjumlah 189 orang tewas dalam peristiwa ini.

Hanya beberapa bulan kemudian, pesawat jenis yang sama milik Ethiopian Airlines, jatuh di Ethiopia hanya enam menit setelah take off.

Pada 10 Maret 2019, pesawat Ethiopian Airlines yang terbang dari Ethiopia menuju Kenya jatuh dan seluruh awak pesawat dan penumpang yang berjumlah 157 orang tewas dalam peristiwa ini.
 




Sumber : Associated Press


BERITA LAINNYA



Close Ads x