Ia menambahkan bahwa sebagian besar kasus melibatkan seluruh keluarga yang mengakhiri hidup mereka bersama.
“(Para hadirin) terkejut dengan pengungkapan catatam bunuh diri yang mengkritik negara dan sistem sosial,” ujarnya.
Salah seorang pejabat di sana yang meminta anonimitas mengatakan pada pertemuan di Provinsi Ryanggang, para peserta diberithu bahwa bunuh diri memiliki dampak sosial yang lebih besar dari kelaparan.
“Meski kebijakan pencegahan bunuh diri telah diratifikasi oleh Sekretaris Jenderal, para penjabat tidak dapat menemukan solusi yang tepat,” katanya.
“Sebagian besar kasus bunuh diri disebabkan oleh kemiskinan dan kelaparan yang parah, jadi tak ada yang bisa melakukan tindakan pencegahan saat ini,” tambahnya.
Menurut pejabat tersebut, pertemuan itu menggambarkan beberapa kasus mengejutkan secara rinci.
“Di kota Hyesan, bocah berusia 10 tahun tinggal dengan neneknya setelah orang tuanya tewas karena kelaparan, namun kemudian mereka bunuh diri dengan memakan racun tikus,” tuturnya.
Baca Juga: Intelijen Sebut Kim Jong-Un Insomnia dan Alkoholik, Pakai Kecerdasan Buatan Ukur Berat Badannya
“Ini membawa kesedihan bagi semua yang melihatnya,” ujar pejabat tersebut.
Pejabat tersebut juga mengungkapkan kasus mengejutkan lainnya di pertemuan tersebut, termasuk pasangan berusia 60 tahun-an, yang gantung diri di pohon dekat gunung.
Juga keluarga yang terdiri dari empat orang, yang tewas setelah mengonsumsi potasium sianida pada makanan terakhir mereka.
“Bunuh diri sekeluarga menjadi tindakan pembangkangan terakhir terhadap sistem tanpa harapan,” ucapnya.
Sumber : Radio Free Asia
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.