Kompas TV internasional kompas dunia

Penyebab Anarki Merajalela di Haiti: Pemimpin Pelihara Geng hingga Tumbuh Lebih Kuat dari Pemerintah

Kompas.tv - 11 Maret 2024, 07:09 WIB
penyebab-anarki-merajalela-di-haiti-pemimpin-pelihara-geng-hingga-tumbuh-lebih-kuat-dari-pemerintah
Anggota geng yang dipimpin oleh Jimmy Cherizier, alias Barbecue, mantan petugas polisi yang memimpin koalisi geng berkumpul selama pawai untuk menuntut keadilan bagi Presiden Haiti Jovenel Moise yang terbunuh, di lingkungan La Saline di Port-au- Prince, Haiti, 26 Juli 2021. (Sumber: AP Photo)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Desy Afrianti

PORT-AU-PRINCE, KOMPAS.TV - Perdana Menteri Haiti Ariel Henry terakhir terlihat di Puerto Rico, sedang bernegosiasi untuk kembali ke tanah air yang dipenuhi kekerasan dan dikuasai oleh preman bersenjata berat.

Dengan situasi di Haiti memburuk setiap harinya, dunia kini harus bertanya-tanya apakah negara ini akan benar-benar terjerumus ke dalam anarki atau apakah ada sedikit keteraturan yang dapat dipulihkan.

Yang Terjadi di Haiti

Mudah untuk menyalahkan gelombang kekerasan terbaru di republik kulit hitam pertama di Barat ini pada kemiskinan yang berkepanjangan, warisan kolonialisme, deforestasi yang meluas, dan campur tangan Eropa dan Amerika Serikat.

Namun, sejumlah ahli yang diwawancara oleh The Associated Press mengatakan penyebab langsung terpenting adalah lebih baru: ketergantungan penguasa Haiti pada geng jalanan.

Haiti tidak punya tentara tetap atau kepolisian nasional yang kuat dan didanai dengan baik selama beberapa dekade.

"Intervensi PBB dan Amerika Serikat datang dan pergi. Tanpa tradisi lembaga politik yang jujur, pemimpin Haiti menggunakan warga bersenjata sebagai alat untuk memegang kekuasaan," kata sejumlah ahli.

Kini, negara itu menjadi lemah hingga tingkat yang fatal, lalu geng-geng bersenjata berat mengambil alih peran pemerintah.

"Pemimpin geng, dengan cara yang aneh, mengadakan konferensi pers. Dan banyak yang melihat mereka sebagai pemangku kepentingan masa depan dalam perundingan mengenai masa depan negara," ucap mereka.

Baca Juga: Bos Geng Haiti: PM Ariel Henry Mundur atau Perang Saudara yang akan Mengarah ke Genosida

Dua polisi Haiti tampak bertempur di jalanan Haiti hari Jumat, (1/3/2024). Ratusan tahanan melarikan diri dari penjara utama Haiti setelah geng bersenjata menyerang fasilitas tersebut dalam ledakan kekerasan semalam yang melibatkan sebagian besar ibu kota. Setidaknya lima orang tewas pada hari Minggu (3/3/2024). (Sumber: AP Photo)

Penyebab Haiti Sekacau Ini

Pada tahun 1990-an, embargo diberlakukan terhadap Haiti setelah militer menggulingkan Presiden Jean-Bertrand Aristide. Embargo dan isolasi internasional merusak kelas menengah kecil negara itu, kata Michael Deibert, penulis "Notes From the Last Testament: The Struggle for Haiti" dan "Haiti Will Not Perish: A Recent History."

Setelah pasukan PBB yang didukung AS mengusir pemimpin kudeta tahun 1994, penyesuaian struktural yang disponsori Bank Dunia menghadirkan impor beras dari AS dan merusak masyarakat pertanian di pedesaan, kata Deibert.

"Pemuda pengangguran membanjir ke ibu kota Port-au-Prince dan bergabung dengan geng jalanan. Politisi mulai menggunakan mereka sebagai sayap bersenjata murah. Aristide, seorang pendeta yang beralih menjadi politisi, terkenal karena menggunakan preman," ujar Deibert.

"Pada Desember 2001, kepala polisi Guy Philippe menyerang Istana Nasional dalam upaya kudeta dan Aristide memanggil preman dari kawasan kumuh," ujarnya.

“Itu bukan polisi yang membela Istana Nasional pemerintahan mereka,” ingat Deibert, yang ada di sana. “Itu adalah ribuan warga bersenjata.”

“Sekarang, Haiti memiliki politisi yang bekerja sama dengan geng-geng ini selama bertahun-tahun, dan kenyataan itu meledak di depan muka mereka sendiri,” ucapnya.

Baca Juga: Geng Bersenjata Berat Haiti Serbu Bandara Utama, AS Perintahkan Evakuasi Seluruh Warganya

Tentara menjaga pintu masuk bandara internasional di Port-au-Prince, Haiti, Senin, 4 Maret 2024. Pihak berwenang memerintahkan keadaan darurat 72 jam mulai Minggu malam menyusul kekerasan di mana anggota geng bersenjata menyerbu dua penjara terbesar dan membebaskan ribuan narapidana selama akhir pekan. (Sumber: AP Photo)

Kisah Campur Tangan Asing Meruntuhkan Haiti

Banyak geng mundur saat menghadapi MINUSTAH, pasukan PBB yang didirikan pada tahun 2004.

Rene Preval, satu-satunya presiden yang terpilih secara demokratis dan menyelesaikan dua masa jabatan di negara yang terkenal karena kudeta politik, mengambil sikap tegas terhadap geng-geng, memberi mereka pilihan "menyerah atau mati," kata Robert Fatton, profesor pemerintah dan urusan luar negeri di University of Virginia.

Setelah masa kepresidenannya, pemimpin berikutnya paling banter bersikap lunak terhadap geng-geng dan paling buruk terkait dengan mereka, katanya.

Fatton mengatakan setiap aktor kunci dalam masyarakat Haiti punya geng mereka sendiri, mencatat situasi saat ini tidak unik, dan memburuk dengan cepat.

“Selama tiga tahun terakhir, geng-geng mulai mendapatkan otonomi. Dan sekarang mereka adalah kekuatan untuk diri mereka sendiri,” katanya, menyamakan mereka dengan "negara mini-Mafia."

"Otonomi geng-geng mencapai titik kritis. Itulah mengapa sekarang mereka mampu menetapkan kondisi tertentu pada pemerintah itu sendiri," kata Fatton.

Kisah Uang Geng Menguasai Haiti

Geng-geng, bersama banyak politisi dan pengusaha Haiti, mendapatkan uang dari campuran "pajak" yang diperoleh melalui pemerasan, penculikan, dan penyelundupan narkoba dan senjata, kata Fatton.

"Ada berbagai jenis jaringan kriminal di daerah ini," katanya.

Setelah Preval, geng-geng, politisi, dan pengusaha mengekstraksi setiap dolar yang mereka bisa, kata Francois Pierre-Louis, seorang profesor ilmu politik di Queens College, City University of New York.

"Semuanya terbuka untuk geng, narkoba, negara itu, pada dasarnya ... menjadi negara narko-traficking," katanya. "Pada dasarnya, geng-geng menjadi lebih berdaya, dan tidak hanya mereka menjadi lebih berdaya, mereka memiliki perlindungan negara, politisi yang melindungi mereka."




Sumber : Associated Press


BERITA LAINNYA



Close Ads x